Skip to main content

Self Healing untuk Menyembuhkan Innerchild

Mayoritas kita mungkin sudah mulai familiar mendengar istilah innerchild. Saya sendiri tau tentang hal ini dari beberapa buku yang saya baca, termasuk dari kulwap yang pernah saya ikuti. Saat di keluarga manajemen emosi sempat dilaksanakan kulgram khusus di grup ini yang diisi oleh psikolog sekaligus anggota keluarga manajemen emosi, Teh Shinta Rini, M.Psi. Dari kulgram tersebut akhirnya semakin membuka pikiran saya untuk menelisik ke dalam diri, apakah ada innerchild yang belum tuntas?

Setelah menjalani #tantangan30hari ini saya juga semakin menyadari bahwa ada innerchild yang harus disembuhkan khususnya ketika saat ini saya menjalani peran sebagai orangtua. Jauh sebelum itu rasanya tak pernah terpikir bahwa tindakan emosi spontan yang kadang muncul begitupun penyikapan kita terjadap suatu peristiwa bisa dipengaruhi karena innerchild yang belum tuntas.

Saya sebenarnya sangat bersyukur hidup dalam pengasuhan orangtua yang penuh teladan dan memberi kesan positif. Saya pun baru tahu bahwa innerchild tidak selalu negatif. Ada innerchild positif seperti pantang menyerah, kreatif dan penuh semangat. Ya, saya rasa lebih banyak innerchild positif yang saya dapatkan dari pengasuhan orangtua. Berulang kali saya mencoba memutar memori masa kecil hingga kini. Namun, yang teringat adalah kenangan-kenangan indah yang membahagiakan bersama orangtua dan keluarga.

Akhirnya saya mencoba menyelami bahwa ketika saya mulai berinteraksi dengan lingkungan luar, kehidupan pertemanan, sekolah, ada beberapa pengalaman kurang menyenangkan yang masih membekas. Nah, mungkin aspek-aspek ini yang harus saya beri perhatian khusus. 

Alhamdulillah banyak hikmah yang Allah beri ketika memasangkan saya dengan suami untuk hidup berumah tangga. Akhirnya kami mencoba saling melengkapi dan saling membantu untuk menyembuhkan luka pengasuhan pun innerchild lainnya yang mungkin ada dalam diri kami masing-masing. 

Cara sederhana yang rutin saya lakukan, selain mencoba berkontemplasi, adalah mengakui perasaan yang hadir ketika suatu peristiwa buruk masih tersimpan di memori. Saya tidak mencoba "memusnahkan" itu semua. Namun, aspek penerimaan menjadi poin utama dalam proses self healing yang saya lakukan. Ketika menerima setiap ketetapan Allah, insyaAllah kita bisa melangkah pada step berikutnya, yaitu memaafkan. Tak perlu khawatir ketika kita harus menangis jika itu bisa membuat kita "plong". 

Memaafkan orang-orang yang pernah terlibat dalam peristiwa masa lalu yang kurang menyenangkan tentu tidaklah mudah. Namun, ketika kita juga berupaya dengan sungguh-sungguh serta diiringi keyakinan dan doa pada yang Maha Membolak Balikan Hati, maka bukan menjadi hal yang tak mungkin hati kita akan mendapat sebuah ketenangan.

Terakhir adalah  peran "support system". Saya menyadari, selain diri sendiri, kita juga bisa meminta bantuan psikolog atau terapis jika memang kita merasa membutuhkan. Namun, jika semua itu bisa tuntas sendiri atau mungkin hanya dibantu oleh pasangan, itupun bisa menjadi ikhtiar yang bisa dijalani. 

Beberapa bulan terakhir termasuk hari ini obrolan-obrolan ringan saya dan suami sering juga diselipi tentang curhat tentang innerchild yang mungkin masih ada di diri kami masing-masing. Belajar jujur, mengakui dan terbuka dengan pasangan membuat innerchild itu insyaAllah semakin mudah untuk dituntaskan. Dan kita kedepannya bisa menjalani hidup dengan lebih membahagiakan, bismillah ☺️

Innerchild itu bukan semata tentang menghilangkan trauma dan kepedihan. Yang jelas memang harus ada upaya supaya kita #MoveOn dari innerchild yang belum tuntas. Banyak juga metode self healing yang bisa kita ikuti di youtube. Seperti hari ini saya belajar tentang self healing dengan menyentuh bagian tubuh tertentu. Nah, karena masih newbie akhirnya efeknya belum terasa. Harus banyak latihan lagi atau bahkan minta bimbingan langsung dari ahlinya.


#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#day29

Comments

Popular posts from this blog

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany...

Yuk Menuang Lagi!

Setelah kemarin Sabrina bereksplorasi dengan air, hari ini Sabrina bereksplorasi menggunakan kacang ijo. Biasanya saya pribadi menggunakan media yang ada di rumah untuk bermain Sabrina. Termasuk kacang ijo ini. Jadi, sebelum dimasak, seringkali saya "membolehkan" Sabrina untuk bereksplorasi dengan bahan-bahan ini. Entah menuang, menyendok, mencuci, dll. Hari ini bunda masih mengenalkan tentang konsep besar dan kecil, serta konsep "kosong" dan "penuh". Seperti biasa, saya menyediakan nampan dan botol-botol kaca berbeda ukuran, sendok dan centong. Tanpa diberi intruksi Sabrina langsung menuang kacang ijo dengan alat tersebut. Pertama Sabrina memindahkan kacang ijo dengan sendok kecil, lalu dengan centong, dan terakhir menuang langsung antar botol. Sepertinya urutannya selalu demikian 😂. Berkali-kali botol kaca diisi penuh kacang ijo lalu dikosongkan kembali. Hal tersebut menjadi momen yang pas bagi saya untuk mengenalkan konsep matematika sederhana....

Bagaimana Seharusnya Perempuan Menggunakan Teknologi?

  Oleh: Annisa Fauziah (IP Depok/Mahasiswi Bunda Salihah) Di era globalisasi, teknologi menjadi sesuatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-sehari, termasuk bagi perempuan. Siapa yang masih berpikir bahwa yang melek teknologi itu hanya identik dengan kaum pria saja? Nah, ternyata teknologi informasi dan komunikasi masih sangat dekat dengan identitas laki-laki. Adapun perempuan sering kali hanya sebagai objek. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, pada bidang teknologi, khususnya TIK. Padahal, kuantitas jumlah perempuan hampir separuh dari penduduk Indonesia. Tentu hal ini bisa menjadi potensi yang luar biasa jika diberdayakan dengan baik. (lipi.go.id, 23/04/2019) Teknologi ini seperti dua sisi mata uang. Artinya, ia akan bermanfaat jika digunakan oleh orang yang tepat. Namun sebaliknya, akan menjadi bumerang jika kita tidak bijak menggunakannya.   Nah, tentu di era Revolusi Industri 4.0, pere...