Skip to main content

Perlukah Kita "Mendetoks" Tubuh dan Pikiran Kita?

Tak terasa #tantangan30hari beberapa hari lagi akan usai. Namun, sejatinya ini hanyalah sebuah awalan, ajang latihan bagi saya pribadi melatih konsistensi dalam proses belajar yang saya lewati. Satu hal yang saya syukuri selama menjalani proyek "Self Healing" yaitu saya berani untuk jujur mengekspresikan emosi dan menerima kekurangan dan kelebihan diri, tanpa harus "menghakimi" dan membuat rendah diri. Kekurangan dan ketidaksempurnaan justru semakin mengingatkan saya tentang proses belajar yang tanpa henti, menjadi sebuah "nilai" tersendiri bahwa kita telah melakukan sebuah perjuangan untuk menemukan makna kehidupan.

Hari ini, jujur saya kurang bersemangat untuk menjalankan rencana yang sudah dibuat sebelumnya. Biasanya malam sebelum tidur atau sebelum subuh saya merapikan catatan, terkadang jika tak sempat, saya berikan jeda waktu untuk berkontemplasi, mengingat amanah-amanah yang harus ditunaikan hari ini. Namun, ada satu hal yang harus saya sadari, bahwa manusia hanya bisa berencana dan berikhtiar, tak bisa memprediksi hasil. Karena takdir ada dalam kehendakNya.

Rencananya hari ini saya ingin melakukan self care dengan olahraga ringan di rumah dan menutrisi tubuh dengan makanan bergizi. Namun, di pagi hari kepala pusing, badan lemas, mungkin efek begadang semalam. Ya, sebenarnya itu jadi "alarm" bagi saya yang beberapa hari ini jadwal tidur malamnya agak kacau lagi.

Akhirnya rencana self care tidak bisa saya lakukan. Begitupun rencana beres-beres rumah menjelang ramadhan tak bisa dilaksanakan. Namun, alhamdulillah kini saya tidak lantas mencari pelarian ketika hasil tak sesuai rencana. Saya sudah bisa "berdamai" dengan diri, yaitu dengan mengalihkan proyek self care olahraga dengan istirahat yang lebih berkualitas. Saya mencoba meningkatkan mood saya dengan menonton video motivasi.

Akhirnya hari ini saya belajar dari sebuah kegagalan, bahwa selain mendetoks tubuh, kita juga perlu mendetoks pikiran dari "toksik" yang tanpa sadar melemahkan kita. Maka sangat masuk akal jika tubuh yang sehat selalu dikaitkan dengan pikiran yang sehat. Nah, dari teknik aplikasi self healing yang sudah saya jalankan beberapa pekan terakhir ternyata membantu saya untuk bisa sadar dan segera mencari "action plan" supaya bisa kembali fokus pada target yang sudah dibuat. Bukan menangisi kegagalan yang sudah terjadi. Apalagi menyalahkan orang lain dan situasi yang kurang mendukung.

Alhamdulillah hari ini jurnal yang dibuat ala kadarnya ini menjadi self healing yang selalu membuat saya semangat lagi untuk melangkah, sambil menikmati dinamika proses belajar yang tak semulus dari teori yang diajarkan. Mungkin sejatinya itulah arti belajar dari pengalaman.


#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#day27

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany