Skip to main content

Menjalani "Mindful Life" bagi Seorang Ibu

Seorang ibu biasanya terkenal dengan sebutan orang "multitasking" yang bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu. Bahkan terkadang bukan hanya tangan dan kakinya saja yang bekerja. Tak jarang dalam satu kesempatan, para ibu harus berbicara sambil tangannya menggoreng telur sedangkan di pikirannya terpikir tumpukan baju yang belum disetrika. 

Saya pribadi pernah berada di fase itu, bahkan bisa dibilang cukup "parah". Alhasil  saya serasa dikejar-kejar waktu dan pekerjaan rumah yang rasanya tak pernah usai. Seringkali banyak hal yang terbawa mimpi karena banyak yang dipikirkan belum mampu dilaksanakan. Badan sudah lelah, tapi pikiran dipaksa untuk terus bekerja. Tak jarang menganggap remeh dan abai terhadap istirahat dan asupan nutrisi, hanya karena alasan terlalu banyak hal yang harus dikerjakan. Saya akhirnya mulai memfokuskan diri membaca buku, ngobrol dengan suami, termasuk masuk ke keluarga manajemen emosi di mana di sana banyak dibahas hal-hal yang berkaitan dengan self healing termasuk tentang mindful life.

Hari ini saya mencoba berlatih mindfulness, di mana saya sebisa mungkin memfokuskan pada satu aktivitas yang sedang dijalani dan meminimalisasi distraksi. Sebisa mungkin hati dan pikiran saya hadir secara utuh untuk melakukan suatu aktivitas. Nah, ternyata tak semudah dan tak semulus yang dibayangkan. Lumayan masih banyak distraksi yang mengganggu saya.

Misalnya saja, saat menyusui anak kedua saya, terkadang saya masih tergoda untuk membuka HP di saat adek sudah tertidur. Tadi sempat sekali tergoda untuk membuka HP, meskipun sekedar membuka WA. Padahal jika mau fokus sebentar saja, saat menyusui saya bisa mencium, membelai, mendoakan, bercerita hingga beristirahat sejenak dari rutinitas. Bukankah itu hal yang indah dan menyenangkan? Tak perlu waktu lama, hadir secara utuh selama 15-30 menit pun bisa menguatkan attachment sekaligus menjadi waktu kita relaksasi dari pekerjaan rumah yang tiada henti! Yuk, mari belajar menikmati momen-momen ini tanpa harus ada rasa bersalah dan takut pekerjaan lain tidak akan selesai.

Saat saya praktekkan mindfulness saat ibadah shalat dan tilawah, alhamdulillah saya jadi bisa lebih khusuk dan fokus bukan pada seberapa lama dan seberapa banyak yang saya baca. Jikalau keadaan belum memungkinkan saya membaca sesuai target, setidaknya hati dan pikiran saya bisa hadir secara utuh dan konsentrasi saat shalat dan membaca Al Qur'an. Alhamdulillah, hari ini rengekan si kecil saat saya sedang shalat dan tilawah tak lantas membuat saya kesal. Saya berdamai dengan diri, bahwa berarti itu adalah "alarm" saatnya saya mendampingi anak-anak bermain dulu.

Sepanjang pagi ini saya baru membuka HP setelah pekerjaan rumah selesai. Jadi saat memasak dan sarapan, saya upayakan hati, pikiran dan raga bisa hadir utuh bersama keluarga. Menikmati 'keriweuhan' di dapur, di kala anak-anak ingin ikut memasak. Tak lupa saya menikmati suasana sarapan yang menjadi ramai ketika anak-anak tak sabar ingin makan jagung yang baru matang. Ya, pemandangan ini bukanlah sesuatu yang harus dijadikan beban apalagi dianggap hal yang menghalangi produktivitas. Ini adalah momen berharga yang patut disyukuri oleh saya, bahwa Allah berikan keluarga yang penuh cinta hadir dalam kehidupan saya.

Kesadaran akan interaksi saya dengan anak-anak dan suami, hadirnya hati dan pikiran saya saat beraktivitas, serta upaya untuk menghadirkan Allah dalam setiap aktivitas, insyaAllah membuat aktivitas kami lebih bermakna, semata karena semuanya ingin diniatkan untuk beribadah. Akhirnya tak perlu sebenarnya saya untuk meluapkan rasa bosan #StayatHome dengan berharap makan di restoran dan jalan-jalan di mall. Karena, hikmah #StayatHome membuat kami banyak melakukan aktivitas bersama. Salah satunya adalah aktivitas di dapur yang kini selalu lebih "ramai" setiap hari. Karena tak jarang, suami dan anak-anak ikut bereksperimen di dapur untuk menyiapkan makanan favorit kami sekeluarga, alhamdulillah 😀


#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#day22

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany