Skip to main content

Self Healing dengan Membuat Jurnal Al-Qur'an

Hari ini saya masih melaksanakan #tantangan30hari dengan meningkatkan interaksi dengan Al-Qur'an. Suatu ketika, saya mengikuti kulwap tentang parenting. Kemudian, ada satu jawaban dari narasumber yang membuat #jleb di hati. "Terkadang kita seringkali menunjuk anak sebagai pemicu emosi kita dan mengeluh karena anak tidak mau mendengar nasihat, dsb. Namun, apakah kita sudah mengecek bagaimana interaksi kita selama ini dengan Al-Qur'an? jangan-jangan kita lupa untuk mengecek ada yang salah dengan diri kita", kurang lebih begitu pengingat dari seorang ustadzah yang selalu terngiang di pikiran saya.

Latar belakang saya untuk melakukan self healing/tazkiyatun nafs tidak lain karena keyakinan saya akan firman Allah SWT, “Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al Isra’ [17]: 82).

Sebenarnya, di media sosial sudah ada beberapa akun yang membuat semacam "challenge" untuk membuat jurnal Al-Qur'an dengan menggunakan template tertentu. Nah, menarik sebenarnya, tampilannya cantik dengan tulisan yang rapi. Tapi, karena saat ini saya sedang puasa media sosial, maka saya lebih memilih untuk membuat jurnal Al-Qur'an versi saya pribadi. Memang masih sangat sederhana. Namun, fokusnya memang ingin lebih mendapatkan esensinya, yaitu bagaimana ada peningkatan dari saya secara personal untuk memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan mengaplikasikannya dalam keseharian.

Menulis dan berkontemplasi, menjadi bentuk self healing yang sangat saya nikmati. Alhamdulillah selesai shalat subuh hari ini, saya bisa memulai hari dengan berinteraksi dengan Al-Qur'an. Selesai tilawah dan membaca terjemah Al-Qur'an, saya kemudian memilih ayat yang ingin saya tadaburi, kemudian membaca dan menuliskan tafsirnya.
[Jurnal Al-Qur'an Hari Ini]
MasyaAllah dari dua ayat yang saya baca tafsirnya, ternyata banyak hikmah yang bisa saya ambil untuk diterapkan dalam keseharian, terutama untuk meningkatkan kualitas diri saya. Pada akhirnya saya semakin menyadari bahwa proses self healing dengan terapi Al-Qur'an itu benar-benar personal sifatnya. Artinya niat dan kesungguhan kita benar-benar menjadi parameter perubahan diri kita.

Mungkin kita mengenal banyak metode yang membutuhkan pihak luar untuk membantu terapi kita. Namun, sejauh ini saya sangat menikmati proses yang sangat personal ini. Karena justru saya mendapat hikmah pembelajaran tanpa ada tendensi capaian target ini dan itu yang harus ditentukan orang lain.
Hari ini saya memberikan badge excellent karena saya menikmati proses latihan hari ini dengan bahagia, pun target harian untuk menulis satu quotes dan mengumpulkan jurnal sebelum magrib bisa tercapai, alhamdulillah. Semoga besok saya mendapat pengalaman yang lebih menyenangkan 😉

#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#day9

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany