Skip to main content

Puasa "Shalat Tepat Waktu"

Tak terasa rangkaian "puasa" di tahap kepompong kelas Bunda Cekatan sudah memasuki pekan terakhir. Banyak teman-teman yang merasa "ketagihan" menjalankan hal ini karena mungkin terasa ada perubahan positif yang dirasakan. Setidaknya puasa ini menjadi ajang untuk menguji konsistensi. Nah, bagi saya pribadi puasa ini seperti "alarm" sekaligus "rem" supaya saya memiliki self control yang baik, agar tetap fokus, komitmen dan konsisten dengan target yang sudah dibuat.

Empat minggu dilewati, saya memfokuskan diri untuk puasa dari berbagai distraksi yang memang mengganggu produktivitas saya. Terutama berfokus pada perbaikan manajemen gadget dan manajemen waktu. Nah, di pekan terakhir puasa ini, saya menetapkan untuk puasa "shalat tepat waktu". Artinya saya menantang diri, sejauh mana saya bisa konsisten melaksanakan shalat lima waktu secara tepat waktu.

Latar belakang saya memilih untuk puasa ini karena hal ini sangat mendukung #tantangan30hari yang saya jalankan. Bagi seorang muslim, parameter kedisiplinan diri terhadap waktu, salah satunya bisa diukur dari disiplin untuk melaksanakan shalat tepat waktu. Selain itu, saya pernah diskusi dengan teman saat kami saling curhat tentang tantangan emak-emak, yang notabene serasa disibukkan oleh urusan domestik dan mengurus anak yang tiada henti. Bahkan akhirnya shalat sering diakhirkan atau bahkan tergesa-gesa. Tanpa sadar semua itu berpengaruh pada kestabilan emosi sepanjang hari. Nah, hal itu menjadi tantangan yang harus saya urai dan temukan solusinya.

Berbekal dari evaluasi diri untuk melakukan perbaikan, sekaligus sebagai bentuk persiapan diri menjelang ramadhan, maka saya menetapkan parameter untuk puasa pekan ini sebagai berikut:
  • Excellent: shalat wajib (subuh, zuhur, ashar, maghrib, isya) tepat waktu
  • Very good: satu kali shalat wajib tidak tepat waktu 
  • Satisfactory: dua kali shalat wajib tidak tepat waktu
  • Need Improvement: tiga sd lima kali shalat wajib tidak tepat waktu
Berikut ini perjalanan saya selama melakukan puasa di pekan ke-4
Hari ke-1
Hari pertama puasa belum sesuai target. Saya masih telat shalat zuhur beberapa menit serta telat shalat magrib karena sedang ditelepon orang tua. Namun, alhamdulillah telatnya tidak lebih dari 15 menit, insyaAllah masih di awal waktu shalat.
Hari ke-2
Hari kedua puasa saya masih mendapat badge satisfactory. Subuh agak telat shalat karena si kecil terbangun dan zuhur ternyata saya ikut ketiduran saat ngelonin anak-anak 🤭
Hari ke-3
Hari ini saya tidak bisa shalat tepat waktu saat zuhur, karena anak rewel menangis minta mimi. Namun, alhamdulillah setelah haknya sudah ditunaikan, saya bisa bergegas melaksanakan shalat zuhur.
Hari ke-4
Alhamdulillah hari terakhir puasa bisa mendapatkan badge excellent. Tapi sebenernya bukan semata tentang badge, namun tentang kenikmatan yang dirasakan ketika bisa bergegas shalat setelah mendengar azan. Semoga bisa terus istiqamah untuk shalat tepat waktu.


[Badge Puasa Pekan Keempat]
Puasa pekan terakhir ini bisa dibilang belum mencapai target optimal. Namun, saya bahagia sekali menjalankannya. Ada perubahan kecil yang saya lakukan, minimal saya berupaya untuk lebih memprioritaskan urusan shalat ini. Setidaknya saya terus melatih supaya shalat bisa dikerjakan tidak lebih dari lima belas menit setelah azan. Pembiasaan ini tidaklah mudah, namun insyaAllah jika terus dilakukan semoga semuanya menjadi terasa lebih mudah dan bahagia untuk dijalankan.

Alhamdulillah berkat puasa shalat tepat waktu, saya jadi seolah memiliki alarm dan kesadaran lebih saat mendengar azan. Bergegas untuk berwudhu dan meninggalkan aktivitas yang sedang dilakukan. Rasanya plong, aktivitas yang dilakukan selanjutnya pun bisa lebih fokus dikerjakan. Selama menjalani puasa dan #tantangan30hari jadwal shalat memang secara khusus saya jadikan momen self healing, yaitu sebagai jeda bagi saya dari segala kepenatan dan rutinitas harian. Memang tidak lama, pun masalah kekhusyuan masih menjadi PR lainnya yang harus diperbaiki. Namun, satu hal yang saya dapatkan ketika berupaya memperbaiki shalat saya yaitu hati dan pikiran lebih tenang.

Ujian kehidupan memang tak akan pernah berhenti. Namun, setidaknya kekuatan ruhiyah yang senantiasa kita charge di waktu shalat kita bisa menjadi energi penyemangat untuk kita melangkah melanjutkan kehidupan. Hikmah yang saya dapatkan dari puasa "shalat tepat waktu" ini yaitu betapa penting bagi saya untuk memahami apa yang menjadi prioritas saya dalam kehidupan. Jika untuk urusan duniawi seringkali saya begitu bersemangat untuk memperbaiki diri, bukankah seharusnya dalam urusan akhirat harus lebih serius dan bersungguh-sungguh lagi?


#janganlupabahagia
#jurnalpuasamingguke-4
#kelaskepompong
#bundacekatan
#buncekbatch1
#buncekIIP
#institutibuprofesional

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany