Oleh: Annisa Fauziah (IP Depok/Mahasiswi Bunda Salihah)
Di era globalisasi, teknologi menjadi sesuatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-sehari, termasuk bagi perempuan. Siapa yang masih berpikir bahwa yang melek teknologi itu hanya identik dengan kaum pria saja? Nah, ternyata teknologi informasi dan komunikasi masih sangat dekat dengan identitas laki-laki. Adapun perempuan sering kali hanya sebagai objek. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, pada bidang teknologi, khususnya TIK. Padahal, kuantitas jumlah perempuan hampir separuh dari penduduk Indonesia. Tentu hal ini bisa menjadi potensi yang luar biasa jika diberdayakan dengan baik. (lipi.go.id, 23/04/2019)
Teknologi ini seperti dua sisi mata uang. Artinya, ia akan bermanfaat jika digunakan oleh orang yang tepat. Namun sebaliknya, akan menjadi bumerang jika kita tidak bijak menggunakannya. Nah, tentu di era Revolusi Industri 4.0, perempuan pun harus mampu meningkatkan kapasitas dirinya, termasuk untuk menguasai bidang teknologi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), per Februari 2017 menunjukkan bahwa hanya terdapat 30% pekerja perempuan di bidang industri sains, teknologi, engineering, dan matematik (kemenppa.go.id, 23/4/2018). Padahal, lebih luas lagi, teknologi bukan semata digunakan bagi perempuan yang bekerja di sektor publik. Namun, sangat dibutuhkan bagi perempuan yang bekerja di ranah domestik.
Apa saja manfaat yang bisa didapatkan perempuan dengan perkembangan teknologi yang ada? Perempuan bisa menggunakan berbagai platform pembelajaran. Baik untuk menjalankan perannya sebagai seorang ibu dalam menemani anak-anaknya belajar maupun dalam pengembangan passion-nya. Bagi saya pribadi yang fokus beraktivitas di ranah domestik, perkembangan teknologi sangat membantu saya untuk bisa tetap produktif. Salah satunya, yaitu untuk menghasilkan karya dari rumah untuk dunia.
Saya ingat benar, saat masih kuliah, saya tidak terlalu tertarik untuk mempelajari teknologi, termasuk media sosial. Namun, setelah mengenal Ibu Profesional, saya pun mulai aktif di media sosial. Pada awalnya, semua itu hanya untuk menunjang perkuliahan. Akan tetapi, seiring dengan waktu, saya pun mulai menggunakan media sosial Instagram dan blog. Sejak saat itu pula, saya mulai mengenal berbagai aplikasi google. Mulai dari google drive, google form, google sheet, dan sebagainya. Jika awalnya tak terbiasa, kini berbagai aplikasi tersebut menjadi santapan keseharian.
Bukan hanya untuk menulis jurnal, tetapi saya menggunakan teknologi ini untuk mempermudah saya dalam menjalankan berbagai peran. Tiga tahun terakhir saya mulai mengelola financial planning keluarga dengan menggunakan google sheet. Saya pernah menggunakan berbagai aplikasi untuk mengetahui kelebihan dan kekurangnnya. Namun, pada akhirnya saya memilih untuk menggunakan google sheet karena kenyamanan dan kemudahan untuk diakses kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja.
Dahulu saya selalu melabeli diri gaptek. Namun, kisah Ibu Septi Peni Wulandani yang menceritakan kesungguhan beliau untuk belajar teknologi selama 15 menit sehari membuat saya terinspirasi. Ternyata seorang perempuan, seorang ibu rumah tangga, ibu dengan anak balita, dan sebagainya bukanlah menjadi alasan untuk tidak melek teknologi. Apalagi semua itu sangat dibutuhkan untuk membantu proses mendidik anak-anak di rumah.
Akhirnya, mindset saya tentang teknologi pun berubah. Semua perempuan sangat mungkin untuk terus meng-upgrade dirinya. Syaratnya, yaitu ia memiliki keinginan dan fokus untuk terus bertumbuh. Background pendidikan bukanlah menjadi masalah yang menghalangi kita untuk memahami teknologi. Buktinya, selama belajar di Ibu Profesional. justru saya bertemu dengan banyak ibu yang belajar secara autodidak.
Ada yang berawal dari passion atau bahkan berangkat dari masalah. Saya pribadi termasuk kategori yang kedua. Kebutuhan untuk mengerjakan jurnal dan berbagai tantangan di perkuliahan Institut Ibu Profesional, justru membuat saya keluar dari zona nyaman. Meskipun, masih banyak hal terkait teknologi yang belum saya pahami, setidaknya jika saya terus berproses untuk belajar pasti akan terus berprogres.
Pemanfaatan teknologi harus diiringi dengan kemampuan untuk memfilter informasi. Harapannya, yaitu agar kita tak terbawa “tsunami” informasi. Apalagi saat ini banyak orang yang mudah mempercayai bahkan menyebarluaskan informasi hoaks melalui internet. Oleh karena itu, seharusnya hal ini menjadi refleksi agar kita memiliki literasi digital yang baik untuk menopang perkembangan teknologi.
Tak lupa manajemen gawai harus diperhatikan agar teknologi tak membuat kita “candu” hingga lupa akan esensi. Bukankah teknologi hanya sebuah tools untuk mempermudah kehidupan manusia? Teknologi bukanlah metode untuk membesarkan anak-anak kita di rumah. Karena sejatinya, kehadiran dan kasih sayang kita sebagai orang tua lah yang lebih utama dibandingkan berbagai kecanggihan teknologi yang dimiliki.
Oleh karena itu, teknologi tak akan pernah bisa menggantikan tugas kita untuk mendidik generasi. Jangan sampai teknologi membatasi kita untuk berinteraksi dan menciptakan kehangatan dalam keluarga. Justru jadikan teknologi sebagai alat untuk mempermudah komunikasi dan belajar bagi seluruh anggota keluarga.
Teruntuk para perempuan dimanapun berada, yuk kita terlibat untuk menjadi solusi dari berbagai persoalan terkait teknologi! Salah satunya, yaitu dengan mengikuti Konferensi Ibu Pembaharu yang akan diselenggarakan pada peringatan satu dekade Ibu Profesonal pada tanggal 22 Desember 2021. Jangan pernah minder dan takut untuk bersahabat dengan teknologi karena kitalah subjek yang melakukan perubahan itu.
Referensi
http://lipi.go.id/berita/perempuan-dan-teknologi-terkini/3992
#darirumahuntukdunia
#sayembaracatatanperempuanKIP2021
#konferensiibupembaharu2021
#ibuprofesional
Comments
Post a Comment