Skip to main content

Self Healing dengan "Detoks" Media Sosial

Hari minggu saya baru saja selesai puasa media sosial (Instagram dan Facebook). Saya tidak sampai menghapus kedua akun media sosial tersebut, namun hanya membatasi intensitas penggunaannya. Hal ini sebenarnya sejalan dengan proyek self healing di #tantangan30hari yang sedang saya jalankan. Artinya keduanya saling berkesinambungan.

Kemarin saya sudah memulai untuk "detoks gadget" atau "konmari gadget". Maka hari ini saya melanjutkan untuk "detoks media sosial". Artinya ketika alat/gadget yang kita gunakan sudah lebih optimal fungsinya (file yang tersusun rapi, aplikasi berfungsi optimal, file yang tidak penting sudah dihapus, dll), maka media sosial yang kita gunakan di gadget kita pun harus dibersihkan. Ibarat gelas, jika kita sudah mencucinya namun air yang kita masukan adalah air kotor, maka bisa dipastikan air itu tetap membahayakan bagi tubuh kita.

Media sosial adalah representasi atau "branding" diri kita. Artinya apa yang kita posting, akun apa yang kita follow tentu menggambarkan value diri kita. Misalnya saja, jika kita masih mengikuti akun gosip dan sejenisnya, tentu kita masih memiliki value untuk mengurusi kehidupan bahkan aib orang lain yang bahkan tidak kita kenal. Ya meskipun hanya "penikmat" saja, namun hakikatnya kita masih punya pilihan untuk mengikuti atau tidak mengikuti sebuah akun.

Kenapa bagi saya pribadi hal ini sangat berhububgan dengan proses self healing? Karena hakikatnya hati dan pikiran kita akan terstimulus oleh faktor eksternal, entah itu apa yang kita dengar ataupun yang kita baca. Terbayang jika kita terlalu sering membaca berita hoax, gosip dan sejenisnya. Maka alam bawah sadar kita secara tidak langsung akan terpapar oleh hal tersebut. Jika self control kita sudah baik mungkin kita bisa memfilter informasi tersebut, namun bagaimana jika sebaliknya?

Akhirnya saya berkomitmen untuk meminimalisasi paparan negatif itu dengan detoks medsos, yaitu tidak memposting hal-hal yang negatif dan hoax serta tidak mengikuti akun-akun gosip dan sejenisnya. Oke, hari ini adalah hari pertama untuk melakukan seleksi siapa saja sebenarnya akun yang saya ikuti saat ini? apakah ada akun gosip, akun provokatif, dan sejenisnya?

Setelah proses screening, alhamdulillah saya tidak menemukan akun negatif tersebut, namun saya berhasil meng- unfollow beberapa akun yang tidak saya perlukan, akun yang sudah tidak aktif dan beberapa akun jastip. Nah, bagaimana perasaannya? Saya merasa lebih "plong" dan lebih terarah. InsyaAllah semua demi kebaikan saya ke depannya.


#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#day16

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany