Alhamdulillah setelah sekian lama tidak "upgrading" diri sebagai seorang ibu, akhirnya bisa kembali mengikuti seminar tentang anak. Ya, setelah menikah dan punya anak, entah kenapa sepertinya untuk mengedukasi diri itu terasa banyak tantangan. Padahal sih sebenarnya banyak "alasan" saja 😂.
Di era berkembangnya multimedia yang begitu pesat, sebenarnya para ibu bisa mengambil banyak manfaat untuk mengedukasi dirinya. Kemudahan akses informasi melalui teknologi multimedia membuat sesuatu yang awalnya sulit dijangkau kini dengan mudah berada di depan mata. Bisa diibaratkan hanya dengan tombol "klik" di papan keyboard laptop atau hp nya, kini para ibu bisa mendapat beragam informasi dalam waktu sekajap.
Kita bisa memulai dengan pertanyaan sederhana di pagi hari. "Apa yang ingin saya ketahui hari ini?". Nah, dari pertanyaan itu mungkin akan muncul rentetan pertanyaan lain setiap harinya. Beberapa mungkin ada yang relevan dengan kejadian yang kita alami hari itu atau beberapa pertanyaan muncul begitu saja entah tentang sesuatu yang belum terjawab atau sesuatu yang memang ingin kita ketahui.
Dengan gawai canggih di genggaman kita, kini urusan resep masak, pesan makanan, bayar listrik, dsb tak perlu dikhawatirkan lagi. Asalkan punya kuota internet dan tentunya punya uang untuk membayar, maka makanan lezat ala restoran pun siap tersaji di meja makan. Ya, kini dunia memang sudah banyak berubah. Dalam beberapa hal, mungkin kita tidak bisa bernostalgia dengan masa kecil kita belasan atau puluhan tahun belakangan.
Kita tidak bisa menuntut anak-anak kita untuk memiliki gaya hidup yang sama dengan kita saat kecil, yang bahkan memegang keyboard komputer saja masih kaku dan gemetar. Kini para anak balita bahkan sudah mahir memainkan gawai para orangtuanya. Minimal sudah tau situs youtube untuk memutar video kesukannya. Ya, begitulah realitanya. Kita tidak bisa kembali ke masa lalu, namun kita juga harus bisa menjawab setiap tantangan di berbagai era yang kita jalani.
Nah, di luar konteks pembelajaran lewat dunia maya, saya berpikir bahwa para ibu sepertinya masih membutuhkan untuk mengedukasi diri secara "konvensional" di dunia nyata. Karena selain ada poin positifnya, tentu masing-masing pendekatan pembelajaran ada poin negatifnya. Misalnya saja, saya pribadi merasakan ketika belajar lewat dunia maya, interaksi dua arah kurang terbangun secara optimal. Karena tentunya intonasi, gestur, mimik muka, emosi, dsb sangat berpengaruh kepada pola komunikasi dan informasi yang disampaikan.
Ketika kita membaca "curhatan" para ibu sesama teman grup whatssapp sebuah komunitas mungkin kita bisa berusaha berempati, tapi mungkin emosi tersebut tidak bisa terasa langsung oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, ketika kita mendengar langsung, melihat ekspresinya, tentu akan terbentuk empati untuk bisa saling menguatkan, memotivasi bahkan saling memberi inspirasi.
Bahasa tulisan terkadang juga bisa menjadi multiinterpretasi. Dan tantangan terkini yaitu munculnya "tsunami informasi" ketika kita tidak mampu memfilter berbagai informasi melalui dunia maya yang kita dapatkan setiap harinya. Tak jarang akhirnya kita banyak menemukan betapa banyak orang yang kurang memperhatikan adab dalam berkomunikasi di dunia maya. Entah saat memberikan informasi maupun saat memberikan komentar dsb. Saya berpikir, apakah hal itu terjadi karena orang sudah berpikir bahwa dunia maya adalah dunia yang "tak ada batasannya?"
Kembali kepada proses belajar seorang ibu, tentu belajar melalui dunia maya bisa menjadi alternatif solusi bagi kita yang memiliki keterbatasan untuk belajar secara langsung melalui kelas tatap muka, kursus, dsb. Setidaknya waktu untuk belajar lebih fleksibel menyesuaikan dengan keluangan kita. Namun, banyak hal yang harus kita pertimbangkan juga bahwa hadir untuk belajar secara langsung di dunia nyata, seperti mengikuti training, seminar, kajian, dsb pun ternyata sangat penting. Meskipun semuanya kembali menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Bagi saya pribadi yang terpenting dalam proses belajar, baik melalui media online ataupun offline, yaitu tentang niat, konsistensi dan kesungguhan. Selain itu tentunya adalah bagaimana supaya belajar yang kita lalui itu mampu kita nikmati dan membuat kita bahagia, bukan sebaliknya membuat kita terbebani.
Belajar bahkan bisa menjadi sebuah "me time" bagi para ibu. Misalnya saja, mengikuti seminar tentang parenting atau tumbuh kembang anak bagi saya pribadi sudah menjadi "me time" yang membahagiakan. Saya akhirnya berpikir bahwa para ibu memang penting sekali untuk menikmati proses edukasi dan upgrading diri sesuai dengan passion nya. Bertemu dan berkenalan dengan orang baru di suatu forum, mendapatkan ilmu baru dari para pakar, mendengar pengalaman teman-teman satu komunitas tentunya menjadi sesuatu yang "berharga" bagi para ibu yang biasanya hanya bergulat dengan urusan domestik.
Peran suami tak kalah pentingnya dalam proses belajar seorang ibu. Menjaga anak di rumah sambil bercerita atau mengajak anak bermain di playground saat ibunya sedang mengikuti seminar atau kursus tentu menjadi sesuatu yang berharga. Sang ibu bisa tenang menyimak materi, bertanya, menulis, tanpa ada selingan berupa tangisan anak yang minta susu dan camilan, sedangkan para ayah bisa menikmati bonding time bersama anak. Ya, mungkin suatu saat kalau memungkinkan ayah dan bundanya bisa belajar juga bareng-bareng😊
Jadi sebenarnya tidak ada lagi alasan yang menghalangi para ibu untuk terus belajar meng-upgrade diri dan memberdayakan dirinya. Minimal untuk mengedukasi diri untuk menjadi ibu yang lebih baik. Bahkan menjadi poin plus jika bisa memberikan manfaat kepada orang sekitar.
Yuk kita belajar, Bu!!
Di era berkembangnya multimedia yang begitu pesat, sebenarnya para ibu bisa mengambil banyak manfaat untuk mengedukasi dirinya. Kemudahan akses informasi melalui teknologi multimedia membuat sesuatu yang awalnya sulit dijangkau kini dengan mudah berada di depan mata. Bisa diibaratkan hanya dengan tombol "klik" di papan keyboard laptop atau hp nya, kini para ibu bisa mendapat beragam informasi dalam waktu sekajap.
Kita bisa memulai dengan pertanyaan sederhana di pagi hari. "Apa yang ingin saya ketahui hari ini?". Nah, dari pertanyaan itu mungkin akan muncul rentetan pertanyaan lain setiap harinya. Beberapa mungkin ada yang relevan dengan kejadian yang kita alami hari itu atau beberapa pertanyaan muncul begitu saja entah tentang sesuatu yang belum terjawab atau sesuatu yang memang ingin kita ketahui.
Dengan gawai canggih di genggaman kita, kini urusan resep masak, pesan makanan, bayar listrik, dsb tak perlu dikhawatirkan lagi. Asalkan punya kuota internet dan tentunya punya uang untuk membayar, maka makanan lezat ala restoran pun siap tersaji di meja makan. Ya, kini dunia memang sudah banyak berubah. Dalam beberapa hal, mungkin kita tidak bisa bernostalgia dengan masa kecil kita belasan atau puluhan tahun belakangan.
Kita tidak bisa menuntut anak-anak kita untuk memiliki gaya hidup yang sama dengan kita saat kecil, yang bahkan memegang keyboard komputer saja masih kaku dan gemetar. Kini para anak balita bahkan sudah mahir memainkan gawai para orangtuanya. Minimal sudah tau situs youtube untuk memutar video kesukannya. Ya, begitulah realitanya. Kita tidak bisa kembali ke masa lalu, namun kita juga harus bisa menjawab setiap tantangan di berbagai era yang kita jalani.
Nah, di luar konteks pembelajaran lewat dunia maya, saya berpikir bahwa para ibu sepertinya masih membutuhkan untuk mengedukasi diri secara "konvensional" di dunia nyata. Karena selain ada poin positifnya, tentu masing-masing pendekatan pembelajaran ada poin negatifnya. Misalnya saja, saya pribadi merasakan ketika belajar lewat dunia maya, interaksi dua arah kurang terbangun secara optimal. Karena tentunya intonasi, gestur, mimik muka, emosi, dsb sangat berpengaruh kepada pola komunikasi dan informasi yang disampaikan.
Ketika kita membaca "curhatan" para ibu sesama teman grup whatssapp sebuah komunitas mungkin kita bisa berusaha berempati, tapi mungkin emosi tersebut tidak bisa terasa langsung oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, ketika kita mendengar langsung, melihat ekspresinya, tentu akan terbentuk empati untuk bisa saling menguatkan, memotivasi bahkan saling memberi inspirasi.
Bahasa tulisan terkadang juga bisa menjadi multiinterpretasi. Dan tantangan terkini yaitu munculnya "tsunami informasi" ketika kita tidak mampu memfilter berbagai informasi melalui dunia maya yang kita dapatkan setiap harinya. Tak jarang akhirnya kita banyak menemukan betapa banyak orang yang kurang memperhatikan adab dalam berkomunikasi di dunia maya. Entah saat memberikan informasi maupun saat memberikan komentar dsb. Saya berpikir, apakah hal itu terjadi karena orang sudah berpikir bahwa dunia maya adalah dunia yang "tak ada batasannya?"
Kembali kepada proses belajar seorang ibu, tentu belajar melalui dunia maya bisa menjadi alternatif solusi bagi kita yang memiliki keterbatasan untuk belajar secara langsung melalui kelas tatap muka, kursus, dsb. Setidaknya waktu untuk belajar lebih fleksibel menyesuaikan dengan keluangan kita. Namun, banyak hal yang harus kita pertimbangkan juga bahwa hadir untuk belajar secara langsung di dunia nyata, seperti mengikuti training, seminar, kajian, dsb pun ternyata sangat penting. Meskipun semuanya kembali menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Bagi saya pribadi yang terpenting dalam proses belajar, baik melalui media online ataupun offline, yaitu tentang niat, konsistensi dan kesungguhan. Selain itu tentunya adalah bagaimana supaya belajar yang kita lalui itu mampu kita nikmati dan membuat kita bahagia, bukan sebaliknya membuat kita terbebani.
Belajar bahkan bisa menjadi sebuah "me time" bagi para ibu. Misalnya saja, mengikuti seminar tentang parenting atau tumbuh kembang anak bagi saya pribadi sudah menjadi "me time" yang membahagiakan. Saya akhirnya berpikir bahwa para ibu memang penting sekali untuk menikmati proses edukasi dan upgrading diri sesuai dengan passion nya. Bertemu dan berkenalan dengan orang baru di suatu forum, mendapatkan ilmu baru dari para pakar, mendengar pengalaman teman-teman satu komunitas tentunya menjadi sesuatu yang "berharga" bagi para ibu yang biasanya hanya bergulat dengan urusan domestik.
Peran suami tak kalah pentingnya dalam proses belajar seorang ibu. Menjaga anak di rumah sambil bercerita atau mengajak anak bermain di playground saat ibunya sedang mengikuti seminar atau kursus tentu menjadi sesuatu yang berharga. Sang ibu bisa tenang menyimak materi, bertanya, menulis, tanpa ada selingan berupa tangisan anak yang minta susu dan camilan, sedangkan para ayah bisa menikmati bonding time bersama anak. Ya, mungkin suatu saat kalau memungkinkan ayah dan bundanya bisa belajar juga bareng-bareng😊
Jadi sebenarnya tidak ada lagi alasan yang menghalangi para ibu untuk terus belajar meng-upgrade diri dan memberdayakan dirinya. Minimal untuk mengedukasi diri untuk menjadi ibu yang lebih baik. Bahkan menjadi poin plus jika bisa memberikan manfaat kepada orang sekitar.
Yuk kita belajar, Bu!!
Ikutan ahh belajar bareng, ga boleh berhenti belajar memang yaa kita 💕
ReplyDelete