Skip to main content

Buku Murah Bukan Berarti "Murahan"

Tak terasa sudah dua minggu kami menjalani tantangan game level 5. Sebenernya tantangan ini sudah dijalani sebelumnya secara rutin, tapi dengan adanya tantangan ini seperti biasa membuat sesuatu yang dijalani secara "mengalir" itu tanpa sadar menjadi fokus dikerjakan dan lebih konsisten walaupun belum bertarget spesifik.

Apakah selama empat belas hari menjalani ini kami merasa bosan? Hmmm..kayaknya sih gak bosan, malah ketagihan untuk lebih "menantang" diri. Tak sekedar berhenti di fase membaca tapi juga menuliskan dan membagikannya. Wah kayaknya "berat" ya, tapi semoga kalau sudah ada niat, bisa berproses untuk dieksekusi.

Hari ini Sabrina membaca buku lama yang kami beli sekitar dua tahun yang lalu. Ya, buku-buku "murahan", alias buku diskon yang harganya gak nyampe sepuluh ribu😂. Kayaknya ibu-ibu emang selalu laper ya kalau denger kata diskon😆, termasuk buku. Tentang buku bacaan, saya pribadi termasuk yang selektif untuk membeli buku. Biasanya saya baca reviewnya atau ya langsung lihat kontennya. Meskipun buku murah gak semua pasti akan saya beli. Yang paling utama saat membeli buku yaitu apa sesuai tidak dengan value kehidupan kita.

Tiga buah buku soft cover ini penampakannya sudah "kucel". Ya wajar karena buku ini jadi buku cerita Sabrina saat usia dua tahunan.  Jangan pikir tema buku ini "berat", karena buku ini sebenarnya tidak menjelaskan alat indra seperti ensiklopedi kesehatan 😂. Kekurangannya buku seperti ini biasanya tulisannya banyak, sehingga anak memang lebih fokus kepada ilustrasi. Setiap kalimat baiknya diinterpretasikan lagi oleh ortu sesuai dengan daya tangkap anak.


Kenapa buku ini murah tapi gak murahan? Karena berkat ketiga buku ini Sabrina pertama kali mengenal istilah "asam", tau kalau lidah itu indra perasa. Begitupun saat mendeskripsikan mata dan telinga. Sayangnya buku tentang indra peraba dan penciuman gak kebagian. Mungkin karena diskon, jadilah rebutan😂.

Saya masih melanjutkan bacaan buku "Cara Nabi Mendidik Anak Perempuan". Aaah...hari ini dibikin melting karena banyak kata-kata #jleb yang bikin saya mencatat banyak hal tentang PR sebagai orangtua. Hari ini kata-kata "sabar" dan "ikhlas" kembali terhujam di hati saya tentang keberhasilan menjadi orangtua. Apa kabar dengan ayahnya Sabrina? Hehee..,ayahnya masih sibuk baca artikel-artikel kerjaan seputar IT, Dan belum bisa di sharing juga karena saya pasti kebingungan😅. It's oke, moga hari-hari kedepan semangat juga untuk baca bukunya😊💪.

Kalau lihat harga baju diskon, kayaknya gak sabar pengen dibeli. Kira-kira kalau lihat buku diskon pengen dibeli juga gak? Hehee..kayaknya semuanya kembali kepada prioritas ya😊

"Jangan lihat buku dari harganya, barangkali buku dengan harga murah bisa memberi kita ilmu yang tidak murahan"

#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst
#Day14

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany