Saya sebenarnya bukanlah tipe emak kenikian yang selalu update berita viral di sosial media. Bahkan dulu bisa dibilang saya orang yang gaptek, hahaa.. Kebutuhanlah yang memotivasi saya secara tak langsung untuk membuat akun sosial media, meskipun bisa dibilang tetap saja hanya menjadi pengguna yang pasif, wkwkwk..Aktifnya sewaktu-waktu saja alias musiman untuk memposting sesuatu di sosial media.
Saya masih ingat saat SMA teman-teman sudah aktif menggunakan friendster, berlanjut facebook, twitter, kemudian instagram. Nah, saya? Masih anteng saja mencukupkan diri hanya memiliki email😂. Namun, akhirnya karena kebutuhan saya pun memiliki akun sosial media. Ya, alasannya karena perkembangan teknologi kini bukan lagi sekedar keren-kerenan agar dibilang kekinian, bukan juga supaya terkenal banyak follower, tapi memang sudah menjadi sarana utama dalam menunjang berbagai bidang kehidupan. Kebayang kan kalau emak gaptek, gak tau cara jual beli online, gak bisa ikut webinar atau kelas online lainnya? Emak jadi ketinggalan banyak peluang untuk meng-upgrade diri juga.
Cerita di atas sebenernya intro yang kepanjangan, hahaa..Padahal sebenarnya yang menjadi unek-unek saya saat ini yaitu ketika melihat fenomena anak masa kini yang bisa dibilang "dewasa" sebelum waktunya. Salah satunya yaitu bagaimana kini anak-anak usia SD pun sudah begitu leluasa bersosial media dengan berbagai konten yang mengikuti orang dewasa. Mungkin yang paling standar adalah anak-anak yang senang berselfie ria hingga update status "gak penting" di sosial media. Pertanyaannya adalah kemana para orangtuanya?
Betapa tidak, ketika saya ingin mencoba "menutup mata" dengan keadaan sekitar, namun semua sudah tak bisa lagi. Jikalau tidak menjadi follower pun, akhirnya deretan foto dan video dengan mudah terpampang saat kita pertama kali membuka timeline sosial media kita. Termasuk salah satunya adalah berita viral tentang pergaulan anak masa kini. Salah satunya adalah tentang seorang anak yang viral karena aplikasi "TikTok", yang akhirnya banyak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Berita kekerasaan terhadap anak, pergaulan bebas, dll menjadi berita yang tak ada habisnya.
Apa perasaan saya melihat hal seperti ini? Ironis, sedih, takut, cemas, semuanya seolah bercampur menjadi satu. Namun, akhirnya fenomena seperti ini mungkin bisa jadi pengingat untuk para ibu, bahwa kita memang tak bisa lagi menutup mata dan berpangku tangan, apatis dan berpikir bahwa itu bukan urusan kita, bahwa dia bukan anak kita. Rasanya semua itu menjadi "cambuk" bagi kita untuk fokus mendidik anak-anak kita di rumah.
Di tengah kecemasan kita akan kondisi yang ada, saya pikir masih ada banyak hal positif yang masih bisa kita lakukan sebagai seorang ibu. Karena kita masih percaya bahwa kita adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anak kita. Maka, ketika ada yang salah dengan anak-anak di luar sana, tentu kita harus kembali berkaca, sejauh mana kita sudah optimal dalam mendidik anak-anak kita di rumah?
Mungkin tantangan kita ke depan sebagai seorang ibu masihlah banyak, tapi yakinlah bu, bahwa kemampuan kita untuk "naik level" itu akan datang seiring dengan tantangan dan ujian yang kian mendaki. Kita masih berhak untuk memiliki harapan akan lahirnya generasi visioner seperti Muhammad Al Fatih, yang menjadikan usia mudanya menjadi usia emas untuk berkarya.
Yuk kita saling menggenggam erat, saling menguatkan dan memberikan pengaruh positif kepada para ibu di sekitar kita. Bahwa kita tak akan pernah bisa jika harus berjalan sendirian. Karena PR kita bukanlah sekedar menyelamatkan anak-anak kita saja, tapi menyelamatkan generasi penerus peradaban.
#KamiMenulisIPDepok
#TantanganJuli
#HariAnak
Saya masih ingat saat SMA teman-teman sudah aktif menggunakan friendster, berlanjut facebook, twitter, kemudian instagram. Nah, saya? Masih anteng saja mencukupkan diri hanya memiliki email😂. Namun, akhirnya karena kebutuhan saya pun memiliki akun sosial media. Ya, alasannya karena perkembangan teknologi kini bukan lagi sekedar keren-kerenan agar dibilang kekinian, bukan juga supaya terkenal banyak follower, tapi memang sudah menjadi sarana utama dalam menunjang berbagai bidang kehidupan. Kebayang kan kalau emak gaptek, gak tau cara jual beli online, gak bisa ikut webinar atau kelas online lainnya? Emak jadi ketinggalan banyak peluang untuk meng-upgrade diri juga.
Cerita di atas sebenernya intro yang kepanjangan, hahaa..Padahal sebenarnya yang menjadi unek-unek saya saat ini yaitu ketika melihat fenomena anak masa kini yang bisa dibilang "dewasa" sebelum waktunya. Salah satunya yaitu bagaimana kini anak-anak usia SD pun sudah begitu leluasa bersosial media dengan berbagai konten yang mengikuti orang dewasa. Mungkin yang paling standar adalah anak-anak yang senang berselfie ria hingga update status "gak penting" di sosial media. Pertanyaannya adalah kemana para orangtuanya?
Betapa tidak, ketika saya ingin mencoba "menutup mata" dengan keadaan sekitar, namun semua sudah tak bisa lagi. Jikalau tidak menjadi follower pun, akhirnya deretan foto dan video dengan mudah terpampang saat kita pertama kali membuka timeline sosial media kita. Termasuk salah satunya adalah berita viral tentang pergaulan anak masa kini. Salah satunya adalah tentang seorang anak yang viral karena aplikasi "TikTok", yang akhirnya banyak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Berita kekerasaan terhadap anak, pergaulan bebas, dll menjadi berita yang tak ada habisnya.
Apa perasaan saya melihat hal seperti ini? Ironis, sedih, takut, cemas, semuanya seolah bercampur menjadi satu. Namun, akhirnya fenomena seperti ini mungkin bisa jadi pengingat untuk para ibu, bahwa kita memang tak bisa lagi menutup mata dan berpangku tangan, apatis dan berpikir bahwa itu bukan urusan kita, bahwa dia bukan anak kita. Rasanya semua itu menjadi "cambuk" bagi kita untuk fokus mendidik anak-anak kita di rumah.
Di tengah kecemasan kita akan kondisi yang ada, saya pikir masih ada banyak hal positif yang masih bisa kita lakukan sebagai seorang ibu. Karena kita masih percaya bahwa kita adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anak kita. Maka, ketika ada yang salah dengan anak-anak di luar sana, tentu kita harus kembali berkaca, sejauh mana kita sudah optimal dalam mendidik anak-anak kita di rumah?
Mungkin tantangan kita ke depan sebagai seorang ibu masihlah banyak, tapi yakinlah bu, bahwa kemampuan kita untuk "naik level" itu akan datang seiring dengan tantangan dan ujian yang kian mendaki. Kita masih berhak untuk memiliki harapan akan lahirnya generasi visioner seperti Muhammad Al Fatih, yang menjadikan usia mudanya menjadi usia emas untuk berkarya.
Yuk kita saling menggenggam erat, saling menguatkan dan memberikan pengaruh positif kepada para ibu di sekitar kita. Bahwa kita tak akan pernah bisa jika harus berjalan sendirian. Karena PR kita bukanlah sekedar menyelamatkan anak-anak kita saja, tapi menyelamatkan generasi penerus peradaban.
#KamiMenulisIPDepok
#TantanganJuli
#HariAnak
Comments
Post a Comment