Skip to main content

Aplikasi "Sayurbox"

Kira-kira apa yang menjadi keseharian para ibu selain memasak dan beres-beres rumah? Hmm..mungkin jawabannya akan bervariasi. Namun, salah satunya yaitu belanja sayur. Ya, tentu sebelum memasak hal pertama yang harus disiapkan adalah bahan masakan. Episode masak memasak kini semakin berkembang. Misalnya saja seperti banyaknya aplikasi online yang memuat banyak resep makanan. Begitipun website dan sosial media pribadi yang membagikan foto beserta resep berbagai jenis makanan. Namun, tetap saja ya, butuh "usaha" untuk bisa mengeksekusinya di rumah😊.

Di era milenial ini, tentu banyak hal yang sudah berubah. Prinsip efisiensi semakin dioptimalkan. Misalnya saja orang yang tidak sempat memasak karena sibuk bekerja, sakit dan alasan lainnya kini tak usah lagi kebingungan. Mungkin beberapa tahun ke belakang opsinya hanyalah membeli masakan di warung makan ataupun catering. Namun, kini berbagai opsi makanan bisa tersaji di depan mata tanpa harus pergi ke luar rumah, mengantri di restoran, dsb. Tinggal pesan makanan lewat aplikasi, makanan favorit restoran pun bisa tersaji. Itu hanya salah satu contoh bagaimana sebuah perkembangan teknologi mampu mempermudah hidup kita.

Sebelumnya tak pernah terpikirkan bahwa belanja sayuran pun kini bisa melalui aplikasi online. Berbagai jenis sayuran langsung dari petani bisa sampai di rumah kita tanpa harus pergi ke tukang sayur ataupun pasar tradisional. Tentu bagi sebagian orang, selain alasan tak sempat ke pasar, tidak bisa menawar, tidak bisa memilih bahan yang berkualitas, serta pasar tradisional yang kurang bersih, membuat sebagian orang enggan berbelanja sayuran dan lauk pauk, kecuali menunggu tukang sayur lewat depan rumah.

Tantangan level ini membuat saya akhirnya tersadarkan betapa kita akan menjadi generasi yang tertinggal jika kita tak pernah mau update belajar teknologi. Karena setelah "ngulik" selama 17 hari, saya pun akhirnya menemukan benang merah bahwa ketika kita bisa mengoptimalkan teknologi dengan bijak, tentu bisa menjadi sarana pembelajaran serta sarana untuk mempermudah banyak aspek dalam kehidupan kita, termasuk dalam menjalani peran rumah tangga sebagai seorang ibu.

Di hari terakhir tantangan level 12 ini, saya akan mencoba mereview aplikasi "Sayurbox" yang merupakan aplikasi yang mampu mempermudah para ibu untuk membeli sayuran dan lauk pauk secara online. Melalui aplikasi sayurbox, kita bisa mendapatkan sayuran, buah, sayuran, lauk pauk dan  produk-produk olahan yang sehat langsung dari petani dan produsen lokal di Indonesia. Dan semua itu bisa diantarkan langsung ke rumah, tetapi sayangnya aplikasi ini baru bisa digunakan bagi pengguna yang rumahnya di area Jabodetabek.

Sayur box juga mengusung konsep farm-to-table, sehingga dapat memotong rantai pasok dari petani dan produsen kepada konsumen. Melalui sistem 2 hari pre-order, petani dan produsen mitra Sayurbox menerima order sesuai dengan pesanan konsumen untuk langsung dipanen. Nah, harapannya produk yang sampai ke tangan konsumen adalah produk yang masih segar. Aplikasi ini juga menyediakan fitur untuk membeli makanan siap konsumsi, seperti salad, jus, madu, dsb. Bahkan disediakan pula opsi makanan organik yang tidak menggunakan pestisida dan tentunya lebih menyehatkan.
Masalah harga tentu sangat relatif. Karena setiap orang memiliki preferensi berbeda tentang kualitas maupun kuantitas. Misalnya saja harga sayuran organik tentu akan lebih mahal dari sayuran biasa. Begitupun masalah pelayanan dsb, pasti akan membutuhkan biaya lebih. Namun, aplikasi ini juga memiliki sarana promosi yaitu dengan memberikan paket diskon untuk item tertentu ataupun gratis ongkir. Bahkan aplikasi ini juga menyediakan paket khusus MPASI, sehingga bisa mempermudah para ibu untuk menyajikan masakan sehat bagi buah hatinya di rumah.
Saya pribadi sebenarnya belum pernah melakukan order melalui aplikasi ini, karena memang baru mengetahui aplikasi ini dari diskusi di kelas Bunsay. Menurut beberapa teman yang pernah melakukan order, mereka merasa terbantu dengan adanya aplikasi ini. Saya pun berpikir demikian, meskipun mungkin bagi saya sifatnya tentatif saja. Ketika kondisi tidak memungkinkan untuk keluar rumah, seperti saat sakit atau pasca melahirkan, sepertinya aplikasi ini menjadi alternatif solusi agar kita bisa memasak dan menyajikan masakan sehat tanpa harus keluar rumah.

Menjadi seorang ibu yang hidup di era milenial memang penuh tantangan, setidaknya belajar untuk banyak mencari tahu hal baru yang akan bermanfaat bagi kehidupan kita. Memang tak salah jika sebagian orang masih berpegang pada pakem "konvensional", misal merasa nyaman jika berbelanja langsung ke pasar. Selain karena kepuasaan pribadi, pun bisa melakukan tawar menawar. Namun, bagi saya pribadi dalam hal tertentu fleksibilitas itu diperlukan, apalagi jika kita sudah merasa kerepotan. Semuanya kembali kepada pilihan para ibu di rumah😊.

#Day17
#Tantangan10Hari
#Level12
#KuliahBunsayIIP
#KeluargaMultimedia

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany