Skip to main content

Hidup Tanpa Mainan

Dunia anak itu identik dengan bermain kan? Sebuah pertanyaan retoris yang sebenarnya mayoritas para ibu juga memahaminya. Seorang ibu yang berjibaku dengan keseharian yang hampir 24 jam mendampingi anak-anaknya tentu akan menyadari bahwa dunia anak tidak bisa dilepaskan dari bermain. Namun, apakah bermain itu selalu identik dengan mainan?

Awalnya ketika saya masih menjadi seorang ibu baru alias newbie, idealisme menjalani peran sebagai seorang ibu masih tinggi. Namun, bukan berarti saat ini tak memiliki idealisme juga, hehee...Namun, saat itu sudut pandang saya akan dunia ibu masihlah begitu kaku, berpikir bahwa semua teori parenting di buku, semua manual book tentang tumbuh kembang anak, pun seputar makanan sehat dan sejenisnya akan sesuai dengan realita. Ternyata tantangan dalam membersamai si kecil justru yang mengajarkan saya untuk memahami tentang dunia anak itu sendiri, dari pengalaman keseharian kami. Maka, hal-hal sederhana seringkali saya tuliskan sebagai jurnal pembelajaran dalam membersamai Sabrina, termasuk tantangan di kelas bunda sayang.

Salah satu sudut pandang yang telah berubah dalam diri saya yaitu tentang sebuah media bermain anak. Ya, dulu saya masih berpikir bahwa stimulasi anak itu tergantung kepada "alat", sehingga mainan edukatif bahkan mainan yang canggih dan up to date haruslah dimiliki. Belum lagi kalau udah terkena "virus" di sosial media, membuat emak baperan ingin segera memiliki mainan yang dimiliki si A, si B, dst. Namun terkadang lupa akan fitrah anak yang unik termasuk fitrah belajarnya. Alhasil menumpuklah berbagai mainan yang tidak "diminati" anak, malah jadi mainan orangtuanya😅.

Melalui tantangan untuk berpikir kreatif membuat saya kini lebih banyak menstimulasi Sabrina dengan barang yang ada di rumah. Bahkan, ketika kamu harus mudik atau tinggal sementara di rumah orangtua, akhirnya saya tidak perlu bingung lagi. Selama di rumah neneknya, tanpa sadar justru saya melihat tumbuh kembang Sabrina dalam aspek lain yang belum optimal bisa terlihat ada perkembangan yang baik. Kini, Sabrina selalu berbinar di saat bermain tanpa mainan. Inisiatif dan kreativitasnya justru semakin terasah untuk memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitarnya untuk dijadikan mainan.

Hari ini Sabrina bermain peran bersama bonekanya. Media yang digunakan bukanlah satu set mainan dokter-dokteran dan sejenisnya. Ternyata gadis kecil ini memanfaatkan selendang neneknya sebagai gendongan. Tak lupa daun-daun dijadikan sebagai bahan masakan. Tak lama Sabrina ingin menggambar. Kali ini, kertas berkas sebagai media bermain yang membuatnya anteng tanpa ada rengekan. Plastik keresek bekas belanjaan di warung, koran bekas, dsb kini selalu menjadi mainan baginya. Entah untuk melipat, menggambar ataupun untuk permainan lainnya. Koran menjadi alas duduk tak lupa juga dicobanya. Saya hanya tersenyum tergelitik melihat Sabrina yang begitu menikmati dunianya 😊

#day16
#tantangan10hari
#level9
#kuliahbunsayiip
#thinkcreative

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany