Skip to main content

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja.

Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.
Dalam mendidik fitrah seksualitas, figur ayah ibu senantiasa harus hadir sejak lahir sampai aqil baligh.

Ketika usia 7 – 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, dan anak perempuan didekatkan kepada ibu karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah sholat. Maka bagi para ayah, tuntun anak untuk memahami peran sosialnya, diantaranya adalah sholat berjamaah, berkomunikasi secara terbuka, bermain dan bercengkrama akrab dengan ayah sebagai aspek pembelajaran untuk bersikap dan bersosial kelak, serta menghayati peran kelelakian dan peran keayahan di pentas sosial lainnya. Ayah harus jadi lelaki pertama yang dikenang anak anak lelakinya dalam peran seksualitas kelelakiannya. Ayah pula yang menjelaskan pada anak lelakinya tatacara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi seorang lelaki.

Begitupula anak perempuan didekatkan ke ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. Ibu harus jadi wanita pertama hebat yang dikenang anak anak perempuannya dalam peran seksualitas keperempuanannya. Ibu pula orang pertama yang harus menjelaskan makna konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi bagi anak perempuan. Jika sosok ayah ibu tidak hadir pada tahap ini, maka inilah pertanda potensi homoseksual dan kerentanan penyimpangan seksual semakin menguat.

Tahap usia 10-14 tahun adalah tahapan yang kritikal, yaitu usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan. Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis. Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan "warning" keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.

Dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya. Begitupun sebaliknya dengan anak perempuan yang harus didekatkan dengan ayahnya.

Mendidik fitrah itu "inside out", yaitu bagaimana membangkitkan antusias, gairah, kecintaan dari dalam (intrinsic motivation), karena semua potensi kebaikan sudah terinstal. Mendidik adab itu "outside in", yaitu bagaimana nilai-nilai kitabullah perlu ditanamkan sehingga memuliakan potensi fitrah.
Tanpa fitrah yang tumbuh paripurna, adab akan sulit ditanamkan. Kalaupun bisa, tentu dengan cara pemaksaan bukan berangkat dari kesadaran dan dari dalam diri manusia. Begitupula tanpa adab, maka fitrah akan tumbuh menggeragas tanpa arah dan panduan.

Orang tua harus memperhatikan dan menanamkan adab pada anak sedini mungkin, bahkan sebelum mengajarkan ilmu. Ibnul Qoyyim menekankan betapa pentingnya pendidikan akhlak di masa kecil. Karena pendidikan akhlak yg ia dapat pada masa itu, baik ataupun buruk, akan menjadi sifat dan karakternya di masa depan. Maka demi mencegah terjadinya keburukan di masa depan, diperlukan tindakan preventif dari orangtua dengan mengajarkan adab-adab, di antaranya:
1. Adab meminta izin memasuki kamar orang tua pada jam-jam tertentu, terutama pada 7-12 tahun (masa tamyiz)
2. Adab berhubungan dengan lawan jenis, misalnya menjaga pandangan
Anak diajarkan adab melihat mahram, bukan mahrom, lawan jenis, sesama jenis, juga aurat anak kecil.  Orangtua juga harus menjelaskan kepada anak untuk menghindari ikhtilat bersama lawan jenis. Orangtua juga harus memisahkan tempat tidur. ".. Apabila anak-anak kalian mencapai usia 7 tahun, maka pisahkanlah antara tempat tidur mereka. ..." (HR. Muslim)
3. Adab Menutup Aurat
Menutup aurat pada anak dibiasakan bersamaan dengan pertama kali diperintahkan untuk sholat (7 tahun), agar sholatnya sah dan benar sejak kecil.
4. Mengajarkan hukum-hukum syari yang berhubungan dengan usia remaja dan dewasa, misalnya saja mengajari tanda-tanda baligh, mengajarkan sunnah dan cara melakukan mandi janabah, beserta sebab dan akibatnya.

Berikut ini adalah media yang dapat digunakan untuk menyampaikan adab dengan cara yang menyenangkan yang disajikan dalam bentuk printable

Diskusi 
1. Pertanyaan seputar pemisahan tempat tidur anak (Mbak Anggun dan Mbak Debby)
Jawaban: Idealnya rumah memiliki minimal tiga kamar. Namun, bila tidak memungkinkan bisa dimulai dari pisah selimut ataupun memakai kasur tambahan meskipun masih dalam satu ruangan (Mbak Thifal)
Jika anak laki-laki dan perempuan masih kecil tidak mengapa tidur satu ruangan tetapi kasur terpisah (Mbak Suci)
2. Bagaimana menanamkan adab ke anak usia 3 tahunan yang kadang masih sering meniru lingkungan sekitarnya, misal cara berpakaian atau berbicara. Istilahnya kalau di rumah sudah dicontohkan yang baik, tapi karena mendengar atau melihat teman-teman seusianya ternyata anak gampang menyerap dan meniru (Annisa Fauziah)
Jawaban:
  • Risetnya anak itu ketika masih kecil 60 persen pengaruhnya bisa dikendalikan orang tua di rumah. Jadi, bisa dgn cara diskusi. "Wah adek tau darimana itu? menurut ade bagus ngga ngomong begitu? yang bagus gimana cobaa? bunda mau dengar" (Mbak Thifal)
  • Saya berprinsip tidak mau kalah dengan lingkungan anak-anak. Jika anak mendapat contoh kurang baik ditiru atau tidak, saya langsung membahas malamnya menjelang tidur, berulang-ulang sampai anak paham dan tidak meniru perbuatan tersebut, sampai kita contohkan yang baik itu seperti apa. Diskusi pun harus dilakukan berulang kali agar yang tertanam di otak anak adalah yang baik yang bersumber dari orangtuanya (Mbak Suci)
  • Usia tiga tahun sepaham saya, belum perlu banyak penekanan, tetapi yang mereka butuhkan hanyalah "teladan". Saya pernah mendengar ceramah Ust.Bendri, usia 2-7th parenting yang paling utama adalah memberikan contoh yang baik. Karena disitu anak sedang suka meniru. mungkin bisa dipilihkan kembali teman-teman atau lingkungannya (Mbak Rohmah)
Referensi
  • https://iinchurinin.wordpress.com/2017/10/21/fitrah-seksualitas-anak-bu-elly-risman/
  • https://mayarismala.wordpress.com/2018/01/19/penanaman-adab-dalam-menumbuhkan-fitrah-seksualitas-anak/ 
#day2
#fitrahseksualitas
#learningbyteaching
#bundasayangsesi11

Comments

Popular posts from this blog

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany