Skip to main content

Penguatan Konsep Gender

Presentasi kelas bunda sayang hari ini dibawakan oleh kelompok 2, yaitu Mbak Amalia Rahmah, Mbak Ita Roihanah dan Mbak Leona Hutriasari. Namun, hanya Mbak Ami dan Mbak Ita yang mempresentasikan.

Pendahuluan

Menurut Montessori, dalam fase perkembangan anak terdapat masa sensitif anak yang ditandai dengan begitu tertariknya anak dengan suatu karakteristik tertentu dan cenderung mengabaikan objek-objek lain. Salah satu masa sensitif tersebut adalah sensitif terhadap aspek-aspek sosial kehidupan. Aspek-aspek sosial kehidupan anak, menurut Santrock, cenderung pada identitas, relasi sosial, dan gender.  Mendampingi anak belajar tentang gender artinya memberikan pendidikan gender yang adil dan berimbang.

Menurut Encyclopedia on Early Childhood Development, sosialisasi gender adalah proses dimana anak belajar tentang  penilaian sosial, sikap dan perilaku yang biasanya terkait dengan anak laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gender pada anak. Dengan mengetahui perbedaan gender, diharapkan anak akan terhindar dari pelecehan seksual yg kerap terjadi saat ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan gender pada anak:
1. Faktor biologis
2. Faktor sosial: pengaruh pengasuhan, teman sebaya, guru, sekolah, media
3. Faktor kognitif: konsep sederhana dan konkrit yang ditangkap anak untuk mengelompokkan jenis kelamin berdasarkan ciri-ciri fisik, seperti potongan rambut, pakaian, dsb.

Waktu yang tepat untuk mulai mengenalkan perbedaan gender kepada anak, yaitu
✅ Saat anak mulai belajar bicara, kita bisa mulai mengenalkan kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh perempuan dan laki-laki pada umumnya. Seperti cara berpakaian, cara bersikap, dan mainan apa yang sesuai dengannya.
✅ Ketika anak mencapai usia 3-6 tahun, kita sudah mulai bisa mengajarinya tentang jenis kelamin, bagian-bagiannya dan menjelaskan pula apa fungsinya, mengapa berbeda antara laki-laki dan perempuan.

 Strategi pendidikan gender pada anak: 
1. Metode Modelling
Memberi contoh langsung perilaku sehari-hari. Misal pekerjaan domestik dapat dilakukan ayah ataupun ibu.
2. Metode perlakuan
Memberi perlakuan atas aktivitas anak dengan bijak tanpa menuduh atau melarang anak. Misal menangis adalah ungkapan emosi baik anak laki-laki maupun perempuan
3. Metode bermain peran (dramatisasi)
Mengajak anak bermain peran tentang pengalaman hidup, atau pura-pura menjalani profesi tertentu sesuai buku cerita.

Alternatif pemecahan masalah kesalahpahaman gender pada anak:
1. Sampaikan dengan bahasa komunikasi yang mudah dipahami anak
2. Tidak melarang anak dengan cara yang kasar
3. Mengajak anak berpikir logis
4. Memberi gambaran tentang orang dewasa laki-laki dan perempuan
5. Menanamkan pada anak sikap saling menghormati dan menghargai antar jenis kelamin

Penjelasan dilanjutkan oleh Mbak Ami dengan memberikan contoh penguatan konsep gender berdasarkan pengalaman sendiri
Gender Identity
Dimulai saat usia 6 bulan, anak mulai mengenal suara ayah ibu untuk pertama kalinya, mengetahui identitas gender laki-laki dan perempuan dengan label ayah/ibu
Gender Stereotype Role
Mulai memahami peran laki- dan perempuan. Biasanya anak perempuan akan melakukan aktivitas yang dilakukan ibu, dan sebaliknya
Gender Type Behavior
Anak mulai ada kecenderungan memilih aktivitas yang sesuai gender, memilih teman bermain, objek permainan, dan permainan apa yang dilakukan

Sumber:
- Asti Nur Hadianti. _Pendidikan Gender pada Anak Usia Dini._ Dimuat dalam Jurnal EDUKASI. 
- _Mengajarkan Gender pada Balita_. Diakses dari: https://www.annisast.com/2016/06/mengajarkan-gender-pada-balita.html
- _Waktu yang tepat mengenalkan perbedaan gender pada si kecil._ Diakses dari : http://nakita.grid.id/read/0219504/perhatikan-moms-ini-waktu-yang-tepat-mengenalkan-perbedaan-gender-pada-si-kecil?page=all

#day4
#fitrahseksualitas
#learningbyteaching
#bundasayangsesi11

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany