Skip to main content

Mengenalkan Konsep Gender kepada Anak Balita

Selama mendampingi tumbuh kembang Sabrina banyak pengalaman baru yang saya temui, bahkan dari percakapan sederhana keseharian kami. Dari celotehnya dan berbagai pertanyaan yang keluar dari mulut mungilnya seringkali membuat saya berpikir tentang banyak hal, khususnya perkembangan seorang balita, dari bayi yang tak berdaya, kini bertumbuh dan berkembang tanpa terasa. Bahkan lontaran pertanyaannya membuat saya sering kali berkerut, memikirkan jawaban yang mampu dicernanya. Ya, mungkin disitulah tantangan dan "seni" menjadi seorang ibu. Tidak cukup teori yang perlu diketahui, karena realitanya tantangan sesungguhnya adalah saat kita berinteraksi bersama anak-anak kita.

Berbicara tentang fitrah seksualitas, jika diingat-ingat kembali, ternyata proses itu memang berkembang secara alami sesuai fitrahnya. Meskipun seringkali tantangan yang ada saat ini yaitu tidak terjaganya fitrah tersebut karena pengaruh faktor eksternal seperti sosial media, dsb. Saya masih ingat pertama kali mengenalkan Sabrina tentang konsep gender melalui buku bantal bayi, yang bercerita tentang keluarga. Tentu isinya hanya gambar dan kata-kata. Entah itu ayah, ibu, nenek, kakek, dan adik. Saat itu usia Sabrina masih kurang dari satu tahun.

Hadiah buku bantal pemberian ayah menjadi mainan yang membuat Sabrina anteng. Pertama yang dikenalkan tentu tentang anggota keluarga. Kemudian Sabrina mulai bisa mengidentifikasi anggota tubuh, entah itu mata, hidung, dan rambut. Begitupun atribut yang digunakannya. Ada gambar kakek yang berambut ikal, ada bunda yang memakai kerudung, ada ayah yang memakai kemeja, dan kakak perempuan yang memakai rok.

Dari cerita tentang keluarga, kini Sabrina sudah bisa mengidentifikasi dan menklasifikasikan, mana gender laki-laki dan perempuan. Dari berbagai buku yang kami punya, seringkali Sabrina bertanya. "Kalau adek bayi anak laki-laki?", "Ini temannya Naura perempuan ya?", dsb. Sabrina secara tidak langsung mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari "atribut" yang dipakai dalam keseharian. Meskipun mungkin belum bisa menyebut mana yang laki-laki mana yang perempuan.

Sosok ayah dan bunda menjadi figur pertama bagi Sabrina untuk mengidentifikasi gender. Bunda selalu pakai kerudung saat keluar rumah, ayah pergi ke masjid, dan memakai kopiah. Ayah memiliki kumis, bunda menyusui, ayah tidak, dsb. Akhirnya saat mengidentifikasi tokoh dalam buku cerita pun Sabrina melihat ciri-ciri gender tersebut, misal jika memakai kerudung atau rok,berarti itu anak perempuan.

Saat ini Sabrina pun sudah tau bahwa yang hamil itu bunda bukan ayah. Meskipun mungkin kata "hamil" masih ambigu dalam imajinasinya. Tapu setidaknya Sabrina tau bahwa di perut bunda ada bayi, sedangkan di perut ayah tidak ada bayi. Seringkali Sabrina juga tau bahwa bayi atau anak-anak dalam cerita fabel pun akan menyusui pada ibunya, bukan ayah.

Kini percakapan seputar gender sering kami lakukan saat melihat fenomena sekitar yang mampu diindra Sabrina. "Nak kalau Aa Imron laki-laki atau perempuan ya?", "Kalau teteh Amira laki-laki atau perempuan?". Saya coba bertanya tentang gender sepupunya. Nah, Sabrina akan menjawab bahwa Teteh Amira sama dengan Sabrina anak perempuan, kalau Aa Imron laki-laki seperti ayah.

Daya tangkap dan pemahaman anak untuk mengenal konsep gender memang terjadi secara alami sesuai fitrah seksualitasnya. Namun, penting bagi orangtua untuk mendampingi, menjadi pendengar pertama ketika berbagai pertanyaan seputar gender mulai keluar dari mulut mungil anak-anak kita. Jangan sampai semua jawaban itu muncul dari "luar", terutama sosial media. Karena bisa jadi anak-anak kita bahkan salah arah untuk memahami konsep gender, jika yang mereka lihat di tv banyak laki-laki yang berpakaian dan bertingkah laku seperti perempuan begitupun sebaliknya. Semoga dengan memiliki kelekatan yang kuat dengan ayah dan bundanya, anak-anak kita bisa memahami fitrah seksualitasnya secara benar.

#day14
#fitrahseksualitas
#learningbyteaching
#bundasayangsesi11

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany