Ada suatu fase perkembangan anak-anak kita yang sayang sekali jika kita lewatkan begitu saja. Ya, fase ketika anak begitu senang meniru dan bertanya. Di fase ini sebenarnya bagi saya pribadi selalu menjadi bahan refleksi. Berkali-kali selalu merasa "tertampar" sekaligus mensyukuri kehadiran anak di tengah-tengah keluarga kecil kami. Anak yang Allah titipkan agar kami mengambil hikmah pembelajaran sebagai orangtua, pun lebih luas adalah belajar tentang ilmu kehidupan lainnya.
Anak, hadir di tengah-tengah kita tentu memiliki tujuan tertentu. Dengan misi yang diembannya. Maka, di tengah kepolosan anak-anak balita kita, orangtua senantiasa diingatkan untuk menjaga fitrahnya. Ketika anak bertanya, ketika mereka berusaha meniru, ketika mereka melakukan sesuatu berulang-ulang, seringkali membuat kita "jengkel". Padahal adalah hal besar di balik semua itu, yaitu anak-anak kita sedang belajar.
Salah satu pembelajaran dalam kehidupan kami adalah bagaimana menjaga fitrah keimanan anak, apalagi dalam hal tauhid. Sesuatu yang filosofis yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan anak kita kelak. Seperti dalam konsep cerdas finansial, saya jadi teringat tentang kisah seorang anak pengembala kambing, yang tetap menjaga kejujurannya dengan menjawab bahwa mungkin kita bisa "berbohong" karena tidak ada orang yang tau, tapi hakikatnya ada Allah yang melihat kita. Itu jadi PR bagi saya pribadi untuk menanamkan kepada Sabrina tentang konsep kejujuran dan keimanan.
Mengajarkan orang untuk menjadi kaya saya pikir mungkin "mudah". Orang yang korupsi saja bisa dengan cara instan mengumpulkan harta untuk dimiliknya. Namun, pertanyaannya apakah yang demikian bisa dinamakan berkah dan mulia dalam menjemput rezeki kita. Tentu tidaklah demikian. Begitupun tentang seorang pengusaha, mungkin untuk sekedar menaikkan omzet ratusan juta bagi sebagian orang mudah saja. Tapi, apakah dia tetap menjaga kejujuran dan keamanahan dalam menjalankan bisnisnya. Saya pikir, justru itu adalah hal yang utama. Bukan semata tentang jumlah yang berlipat namun tentang keberkahan dan kemuliaan.
"Nak, itu Sabrina ambil kue punya siapa?", "Gak, ini punya aku" jawabnya. Ya, di fase egosentris ini seringkali Sabrina berbicara tentang "keakuannya" dan menjadikan semua benda seolah-olah miliknya. "Nak, Sabrina mau kue?, kalau mau kue bilang ya, ini kuenya kan punya ayah". "Ini buat aku!" kembali Sabrina menimpali. "Oke, Kalau Sabrina mau berarti Sabrina harus minta izin sama ayah bilang kalau Sabrina minta kuenya, Oke?", Tak lama Sabrina pun mencari ayahnya "Yah, Brina minta kuenya ya?", "Iya boleh" ujar ayahnya. Ya begitulah dialog sederhana dalam keluarga kami. Salah satunya untuk menanamkan nilai tentang konsep kepemilikan.
#Day12
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Anak, hadir di tengah-tengah kita tentu memiliki tujuan tertentu. Dengan misi yang diembannya. Maka, di tengah kepolosan anak-anak balita kita, orangtua senantiasa diingatkan untuk menjaga fitrahnya. Ketika anak bertanya, ketika mereka berusaha meniru, ketika mereka melakukan sesuatu berulang-ulang, seringkali membuat kita "jengkel". Padahal adalah hal besar di balik semua itu, yaitu anak-anak kita sedang belajar.
Salah satu pembelajaran dalam kehidupan kami adalah bagaimana menjaga fitrah keimanan anak, apalagi dalam hal tauhid. Sesuatu yang filosofis yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan anak kita kelak. Seperti dalam konsep cerdas finansial, saya jadi teringat tentang kisah seorang anak pengembala kambing, yang tetap menjaga kejujurannya dengan menjawab bahwa mungkin kita bisa "berbohong" karena tidak ada orang yang tau, tapi hakikatnya ada Allah yang melihat kita. Itu jadi PR bagi saya pribadi untuk menanamkan kepada Sabrina tentang konsep kejujuran dan keimanan.
Mengajarkan orang untuk menjadi kaya saya pikir mungkin "mudah". Orang yang korupsi saja bisa dengan cara instan mengumpulkan harta untuk dimiliknya. Namun, pertanyaannya apakah yang demikian bisa dinamakan berkah dan mulia dalam menjemput rezeki kita. Tentu tidaklah demikian. Begitupun tentang seorang pengusaha, mungkin untuk sekedar menaikkan omzet ratusan juta bagi sebagian orang mudah saja. Tapi, apakah dia tetap menjaga kejujuran dan keamanahan dalam menjalankan bisnisnya. Saya pikir, justru itu adalah hal yang utama. Bukan semata tentang jumlah yang berlipat namun tentang keberkahan dan kemuliaan.
"Nak, itu Sabrina ambil kue punya siapa?", "Gak, ini punya aku" jawabnya. Ya, di fase egosentris ini seringkali Sabrina berbicara tentang "keakuannya" dan menjadikan semua benda seolah-olah miliknya. "Nak, Sabrina mau kue?, kalau mau kue bilang ya, ini kuenya kan punya ayah". "Ini buat aku!" kembali Sabrina menimpali. "Oke, Kalau Sabrina mau berarti Sabrina harus minta izin sama ayah bilang kalau Sabrina minta kuenya, Oke?", Tak lama Sabrina pun mencari ayahnya "Yah, Brina minta kuenya ya?", "Iya boleh" ujar ayahnya. Ya begitulah dialog sederhana dalam keluarga kami. Salah satunya untuk menanamkan nilai tentang konsep kepemilikan.
#Day12
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Comments
Post a Comment