Berbicara tentang finansial, mungkin kalau kita berbicara dari sudut pandang ilmu ekonomi, maka akan terdengar identik dengan "uang" ataupun "investasi". Intinya sih orang awam seperti saya yang memang kurang paham tentang ilmu ekonomi sering berdiskusi dengan masyarakat sekitar ketika kita menyebut kata finansial atau ekonomi maka tidak jauh dari ngobrolin masalah uang, wkwkwk..
Sederhananya kalau ngobrol sama ibu-ibu, pasti bicara seputar uang belanja, pengeluaran bulanan, uang arisan, hutang piutang, investasi, keuntungan jual beli, atau sekedar berbagi info barang diskonan😂. Tapi, di luar konteks itu, sudut pandang saya berubah. Khususnya setelah menjalani dan membaca kembali seputar tantangan level 8 kelas bunsay. Cerdas finansial bukan sekedar berbicara "uang" jauh lebih besar dari itu adalah bagaimana kita mampu untuk mengaitkan bahwa uang, penghasilan, keuntungan hanya sebagian pintu rezeki yang Allah berikan kepada kita. Namun, aspek lain yang harus jadi fokus perhatian kita adalah sejauh mana kita mampu mensyukuri dan memanfaatkan rezeki dari Allah SWT. "Karena rezeki itu pasti, sedangkan kemuliaan yang harus dicari"
Nah, topik pengenalan kecerdasan finansial yang kami lakukan kepada Sabrina juga dimulai dari bagaimana menanamkan filosofi ini. Tentu yang namanya filosofi terasa "berat" jika parameternya dibandingkan dengan sekedar menghafal angka dan menghitung uang. Apalagi jika ini dikenalkan pada seorang anak balita.
Bercerita dan dialog dalam aktivitas keseharian adalah cara yang cukup efektif untuk mengenalkan hal-hal yang filosofis bisa dipahami lebih mudah oleh anak. Misalnya saja beberapa hari terakhir Sabrina malah memilih buku bacaan yang bertemakan kasih sayang. Dari buku cerita itu banyak gambar-gambar dan dialog sederhana yang mudah dipahami anak, yang intinya mengajarkan kepada anak untuk mengumpulkan "tabungan" akhirat, yaitu berupa amal kebaikan, infak, shadaqah, dsb.
"Bunda, ini ada gambar kakek-kakek kasihan ya, bajunya sobek", celotehnya sambil menunjuk gambar dengan wajah iba. "Oh iya ya, kakeknya kasihan sekali bajunya sobek, gak punya makanan". Tak lama dia menunjuk kembali gambar anak-anak yang memberikan bungkusan keresek. "Bunda, ini kaka kasih kakek ya?", "Kasih apa memang?", sambil berpikir sejenak Sabrina menjawab "Hmmm..kasih uang, kasih kue". "Ooh, iya, anak sholeh mau berbagi ya" saya coba menegaskan.
Di buku cerita yang lain Sabrina berusaha menjelaskan tentang gambar adik kakak yang saling mengasihi, yaitu mau meminjamkan mainan dan berbagi kue. "Kakak sayang adek ya!" celotehnya. Dari bercerita, Sabrina kini makin tumbuh jiwa sosialnya, pun kesadaran untuk mengenal kata "berbagi". Memang tak mudah mengajarkan konsep berbagi bagi anak balita yang sedang berada di fase egosentris. Tapi, lambat laun, dengan seringnya kita melakukan itu dalam keseharian insyaAllah anak akan paham bahwa berbagi itu akan semakin membawa keberkahan pada dirinya, bahkan menjadi tabungannya di akhirat kelak.
#Day10
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Sederhananya kalau ngobrol sama ibu-ibu, pasti bicara seputar uang belanja, pengeluaran bulanan, uang arisan, hutang piutang, investasi, keuntungan jual beli, atau sekedar berbagi info barang diskonan😂. Tapi, di luar konteks itu, sudut pandang saya berubah. Khususnya setelah menjalani dan membaca kembali seputar tantangan level 8 kelas bunsay. Cerdas finansial bukan sekedar berbicara "uang" jauh lebih besar dari itu adalah bagaimana kita mampu untuk mengaitkan bahwa uang, penghasilan, keuntungan hanya sebagian pintu rezeki yang Allah berikan kepada kita. Namun, aspek lain yang harus jadi fokus perhatian kita adalah sejauh mana kita mampu mensyukuri dan memanfaatkan rezeki dari Allah SWT. "Karena rezeki itu pasti, sedangkan kemuliaan yang harus dicari"
Nah, topik pengenalan kecerdasan finansial yang kami lakukan kepada Sabrina juga dimulai dari bagaimana menanamkan filosofi ini. Tentu yang namanya filosofi terasa "berat" jika parameternya dibandingkan dengan sekedar menghafal angka dan menghitung uang. Apalagi jika ini dikenalkan pada seorang anak balita.
Bercerita dan dialog dalam aktivitas keseharian adalah cara yang cukup efektif untuk mengenalkan hal-hal yang filosofis bisa dipahami lebih mudah oleh anak. Misalnya saja beberapa hari terakhir Sabrina malah memilih buku bacaan yang bertemakan kasih sayang. Dari buku cerita itu banyak gambar-gambar dan dialog sederhana yang mudah dipahami anak, yang intinya mengajarkan kepada anak untuk mengumpulkan "tabungan" akhirat, yaitu berupa amal kebaikan, infak, shadaqah, dsb.
"Bunda, ini ada gambar kakek-kakek kasihan ya, bajunya sobek", celotehnya sambil menunjuk gambar dengan wajah iba. "Oh iya ya, kakeknya kasihan sekali bajunya sobek, gak punya makanan". Tak lama dia menunjuk kembali gambar anak-anak yang memberikan bungkusan keresek. "Bunda, ini kaka kasih kakek ya?", "Kasih apa memang?", sambil berpikir sejenak Sabrina menjawab "Hmmm..kasih uang, kasih kue". "Ooh, iya, anak sholeh mau berbagi ya" saya coba menegaskan.
Di buku cerita yang lain Sabrina berusaha menjelaskan tentang gambar adik kakak yang saling mengasihi, yaitu mau meminjamkan mainan dan berbagi kue. "Kakak sayang adek ya!" celotehnya. Dari bercerita, Sabrina kini makin tumbuh jiwa sosialnya, pun kesadaran untuk mengenal kata "berbagi". Memang tak mudah mengajarkan konsep berbagi bagi anak balita yang sedang berada di fase egosentris. Tapi, lambat laun, dengan seringnya kita melakukan itu dalam keseharian insyaAllah anak akan paham bahwa berbagi itu akan semakin membawa keberkahan pada dirinya, bahkan menjadi tabungannya di akhirat kelak.
#Day10
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Comments
Post a Comment