Hidup sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari interaksi kita dengan lingkungan sekitar. Tentunya faktor luar tersebut bisa memberi pengaruh positif dan negatif terhadap keluarga kita. Semuanya kembali kepada sejauh mana ketahanan keluarga mampu dibangun untuk menghadapi tantangan ini. Kita tidak bisa menutup mata, menghindar apalagi menjadi eksklusif tanpa berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Namun, PR utama nya adalah bagaimana agar kita mampu memegang visi misi keluarga di manapun kita berada.
Nah, saya pribadi kini semakin merasakan itu, apalagi semenjak Sabrina pun tumbuh menjadi balita yang sudah bisa mengidentifikasi sekitarnya. Anak balita yang masih dalam proses memasukkan banyak informasi dari sekitarnya, baik dari dalam rumah maupun luar rumah tentu perlu perhatian khusus. Karena tanpa sadar orang tua sering terkaget-kaget kenapa anak tiba-tiba menyebutkan kosakata yang tak pernah diucapkan di rumah, begitupun dalam hal sikap. Sekali lagi ini menjadi PR besar bagi kita para orangtua, setidaknya untuk lebih peka dan peduli tentang tumbuh kembang anak-anak kita #ntms.
Dalam hal cerdas finansial, seperti yang sudah saya tuliskan dua minggu terakhir, apa yang dituliskan tidak semudah seperti yang dihadapi dalam dunia nyata. Banyak episode penuh "drama" ketika berusaha untuk menanamkan nilai-nilai filosofi kecerdasan finansial. Misalnya saja, ketika di dalam rumah kita berusaha membangun kultur untuk berhemat, menabung, menahan diri dari berlebih-lebihan, dll. Tapi, realitanya di lingkungan sekitar tidak demikian. Nah, anak-anak balita kita lah yang selalu menjadi "reminder" bahwa mereka memang masih membutuhkan pendampingan kita orangtuanya.
Saat ini Sabrina sedang liburan di rumah nenek. Sebelumnya dalam keseharian kami, Sabrina tidak terbiasa diberi uang jajan harian, termasuk diberi kebebasan dalam memilih jajanannya. Nah, selama liburan, karena Sabrina meniru lingkungan sekitar, yaitu anak-anak yang diberi uang jatah jajan, maka Sabrina pun jadi ingin ikut-ikutan jajan. Apalagi kalau memang diberi uang jajan dari kakeknya. Saya sempat terkejut ketika Sabrina membeli satu minuman yang biasa dibeli anak-anak, tapi pasti tidak pernah saya belikan. Ketika sampai di rumah, gadis kecil ini sepertinya sudah merasa "berdosa" dengan senyum kecil sambil "nyengir" sebelum ditegur oleh saya.
Dari kejadian-kejadian yang mungkin kita anggap "sepele", akhirnya saya banyak belajar. Salah satunya yaitu tentang tantangan yang kita hadapi di dunia nyata, yang tak semudah teori. Sejauh mana komitmen dan konsistensi orangtua dalam mendidik anak tentu akan dipertanggungjawabkan. Minimal untuk mampu mendampingi anak menjawab setiap pertanyaan yang muncul dalam benaknya. "Bunda, kenapa aku tidak boleh jajan ini, kenapa dia boleh?", "Bunda, aku punya uang dari kakek, jadi aku boleh jajan sendiri". Dan tentunya masih banyak lagi argumen dan pertanyaan dari anak-anak kita. Semoga dengan penuh kesabaran dalam membentuk nilai-nilai positif dalam keluarga, anak-anak kita justru bisa "mewarnai" lingkungan sekitarnya dengan hal positif, bukan sebaliknya.
#Day15
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Nah, saya pribadi kini semakin merasakan itu, apalagi semenjak Sabrina pun tumbuh menjadi balita yang sudah bisa mengidentifikasi sekitarnya. Anak balita yang masih dalam proses memasukkan banyak informasi dari sekitarnya, baik dari dalam rumah maupun luar rumah tentu perlu perhatian khusus. Karena tanpa sadar orang tua sering terkaget-kaget kenapa anak tiba-tiba menyebutkan kosakata yang tak pernah diucapkan di rumah, begitupun dalam hal sikap. Sekali lagi ini menjadi PR besar bagi kita para orangtua, setidaknya untuk lebih peka dan peduli tentang tumbuh kembang anak-anak kita #ntms.
Dalam hal cerdas finansial, seperti yang sudah saya tuliskan dua minggu terakhir, apa yang dituliskan tidak semudah seperti yang dihadapi dalam dunia nyata. Banyak episode penuh "drama" ketika berusaha untuk menanamkan nilai-nilai filosofi kecerdasan finansial. Misalnya saja, ketika di dalam rumah kita berusaha membangun kultur untuk berhemat, menabung, menahan diri dari berlebih-lebihan, dll. Tapi, realitanya di lingkungan sekitar tidak demikian. Nah, anak-anak balita kita lah yang selalu menjadi "reminder" bahwa mereka memang masih membutuhkan pendampingan kita orangtuanya.
Saat ini Sabrina sedang liburan di rumah nenek. Sebelumnya dalam keseharian kami, Sabrina tidak terbiasa diberi uang jajan harian, termasuk diberi kebebasan dalam memilih jajanannya. Nah, selama liburan, karena Sabrina meniru lingkungan sekitar, yaitu anak-anak yang diberi uang jatah jajan, maka Sabrina pun jadi ingin ikut-ikutan jajan. Apalagi kalau memang diberi uang jajan dari kakeknya. Saya sempat terkejut ketika Sabrina membeli satu minuman yang biasa dibeli anak-anak, tapi pasti tidak pernah saya belikan. Ketika sampai di rumah, gadis kecil ini sepertinya sudah merasa "berdosa" dengan senyum kecil sambil "nyengir" sebelum ditegur oleh saya.
Dari kejadian-kejadian yang mungkin kita anggap "sepele", akhirnya saya banyak belajar. Salah satunya yaitu tentang tantangan yang kita hadapi di dunia nyata, yang tak semudah teori. Sejauh mana komitmen dan konsistensi orangtua dalam mendidik anak tentu akan dipertanggungjawabkan. Minimal untuk mampu mendampingi anak menjawab setiap pertanyaan yang muncul dalam benaknya. "Bunda, kenapa aku tidak boleh jajan ini, kenapa dia boleh?", "Bunda, aku punya uang dari kakek, jadi aku boleh jajan sendiri". Dan tentunya masih banyak lagi argumen dan pertanyaan dari anak-anak kita. Semoga dengan penuh kesabaran dalam membentuk nilai-nilai positif dalam keluarga, anak-anak kita justru bisa "mewarnai" lingkungan sekitarnya dengan hal positif, bukan sebaliknya.
#Day15
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial
Comments
Post a Comment