Skip to main content

Belajar Qanaah

Saat ini upaya yang saya lewati untuk berkomunikasi produktif kepada Sabrina semakin menantang. Khususnya bagaimana saya tetap bisa menyampaikan berbagai hal filosofis dalam kehidupan namun dengan bahasa yang mudah dipahami. Selanjutnya yaitu bagaimana supaya saya tetap bersabar untuk menjawab setiap pertanyaan dan "penentangan" yang disampaikan Sabrina. Ya, karena kini Sabrina bukan bayi lagi. Di fase ini bahkan Sabrina senantiasa "keukeuh" dengan segala pilihannya dan setiap argumentasinya.

Salah satu hal yang paling menantang adalah bagaimana saya harus dengan perlahan mengenalkan konsep "qanaah" kepada Sabrina. Belajar untuk bersyukur menerima apa yang telah Allah berikan kepada kami. Tentunya dimulai dengan mensyukuri hal-hal kecil dalam keseharian kami. Misalnya saja dalam hal makanan.

Sejak MPASI, Sabrina memang memiliki kecenderungan "picky eater" alias suka pilih-pilih makanan. Ini menjadi tantangan "terberat" yang harus saya lewati hingga kini. Berbagai upaya juga sudah saya coba untuk membuat Sabrina mau makan. Dengan memberikan berbagai varian makanan, memberikan kesempatan kepadanya untuk memilih sendiri makanannya, dll.

Selama proses itu berlangsung, saya juga berupaya untuk menjelaskan kepada Sabrina tentang bagaimana kita harus bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan, biasanya saya coba ajak Sabrina untuk melihat keadaan sekitar ataupun lewat buku cerita. "Nak, lihat itu ada pengemis, badannya kurus, gak punya rumah dan makanan" saya coba paparkan. Sabrina yang memiliki jiwa empati tinggi biasanya segera menyadari itu. "Iya Bunda, bajunya sobek ya kasian. Belum makan ya?" celotehnya. "Iya, kasian gak punya makanan. Kalau Sabrina makanannya banyak nih!" saya lanjutkan percakapan. Tak lama keningnya sedikit berkerut, sambil mencoba menatap pengemis dengan wajah iba.

Apa yang kami lihat di lingkungan sekitar saya jadikan sebagai bahan pembelajaran bagi kami untuk lebih banyak bersyukur. Betapa saya pribadi seringkali berkeluh kesah akan hal-hal sepele. Bahkan seringkali saya pribadi berlebih-lebihan, belum bisa berhemat, dsb. Hal sepele yang diajarkan kepada suami saya saat kecil yaitu tentang menghargai makanan. Misalnya tidak berlebih-lebihan dalam makan dan selalu berupaya untuk menghabiskan makanan yang kita ambil.

Hal ini menjadi PR bagi saya pribadi untuk menanamkan konsep ini dalam keseharian. Karena sampai saat ini, Sabrina masih sering tidak menghabiskan makanan, seringkali hanya "icip-icip", atau bahkan tidak di makan sama sekali apa yang sudah dimasak. Semoga seiring tumbuh kembangnya Sabrina semakin paham tentang bagaimana untuk belajar qanaah dari hal-hal yang kecil.

#Day17
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany