Skip to main content

"Oleh-Oleh"

Ada satu kebiasaan unik yang kini hampir selalu dilakukan Sabrina sepulang ayahnya kerja, yaitu menunggu oleh-oleh 😂. Nah, sebenarnya apa yang Sabrina pahami dari kata "oleh-oleh" dan bagaimana kami mengatur budget untuk oleh-oleh ini dalam keluarga kami?

Sebelumnya sedikit flashback ke masa kecil saya dulu, merasa de javu dengan apa yang kini dialami Sabrina. Di saat saya masih kecil, saya dan teteh-teteh termasuk anak-anak yang begitu senang ketika Bapak membawa oleh-oleh. Entah itu setelah Bapak gajian atau Bapak bepergian ke luar kota. Sepele memang, tapi momen-momen itu selalu membuat kami bahagia dan menjadi momen berkesan hingga kini.

Nah, tentang oleh-oleh ini saya pribadi, mencoba untuk menuliskannya bukan dari sudut pandang "pemborosan" atau menghambur-hamburkan uang, tapi lebih kepada bagaimana cara membangun bonding dalam keluarga. Dalam sebuah buku karangan kakak ipar, ada satu paragraf yang beliau tulis tentang value yang beliau ingat dari ayah saya, yaitu tentang oleh-oleh. Walaupun hanya sebuah permen, maka berilah oleh-oleh kepada anak-anak kita di rumah. Maka, mereka akan dengan suka cita menerima pemberian itu langsung dari tangan ayahnya sendiri. Tentu hal ini akan berbeda kesannya jika sekedar membeli sebuah permen langsung dari warung.

Cuplikan paragraf itu membuat saya juga merenung tentang sebuah nilai perbuatan yang tidak sekedar bisa dinilai oleh uang saja, tapi lebih dalam dari itu adalah tentang nilai kasih sayang yang tidak bisa "diuangkan". Tentu, Bapak memberi nasihat kepada menantunya bukan dengan tujuan untuk boros atau memanjakan anak, tapi lebih kepada menyenangkan keluarga sesuai dengan kemampuan kita. Tentu banyak caranya. Oleh-oleh hanyalah sebuah cara dari sekian banyak cara yang dapat diterapkan dalam keluarga.

Bagaimana kami mengatur budget untuk "oleh-oleh" dalam pengeluaran bulanan? Nah, sampai saat ini keluarga kami belum menganggarkan oleh-oleh masuk ke dalam anggaran, karena ini sifatnya insidental. Selain itu biasanya ini muncul karena inisiatif sendiri, khususnya suami. Dan tentu nilai "oleh-oleh" ini biasanya seperti jajan pribadi yang tidak terlalu besar. Bahkan terkadang suami membawa oleh-oleh saat dapat jatah konsumsi saat meeting, tapi beliau tidak makan, malah dijadikan oleh-oleh untuk anak dan istri tercinta di rumah, hehee..

Nah, berbeda hal nya dengan urusan makan di luar. Biasanya hal ini masuk ke dalam budget bulanan kami, berapa jatah untuk makan di luar. Dari secuplik kisah tentang oleh-oleh, sebenarnya saya dan suami ingin menanamkan value kepada Sabrina bahwa oleh-oleh itu bukan sekedar tentang jumlah uang dan nilai barang. Maka, yang harus dijaga adalah nilai kasih sayangnya bukan sekedar nilai barangnya.

#Day14
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany