Skip to main content

Setiap Anak adalah Bintang


Salah satu tantangan terbesar bagi orangtua adalah bagaimana kita mampu menemukan potensi anak-anak kita. Saya pribadi merasa ini tak mudah, karena tidak bisa instan sekedar tebak-tebakan berhadiah, ataupun sekedar memprediksi atau membiarkannya "mengalir" begitu saja tanpa arah yang jelas.

Saya pribadi sebagai seorang ibu yang baru memiliki satu orang anak, dengan usia balita tentu akan menjadi "sok tau" jika berbicara panjang lebar tentang teori untuk mengetahui potensi kecerdasan anak. Tapi, saya pribadi lebih senang menggali, menuliskan, dan menceritakan proses pembelajaran yang saya lakukan sehari-hari dalam membersamai Sabrina. Tentu isinya tidaklah seideal teori di buku parenting, tidak pula disandarkan pada teori-teori ilmiah lainnya. Lebih tepatnya tulisan ini mungkin mewakili "curhatan" keseharian emak-emak yang mendampingi tumbuh kembang anaknya. Tentu bisa dilihat dari berbagai kacamata yang membacanya.

Saya pribadi dahulu masih memiliki pemikiran bahwa cerdas itu identik dengan "jago" matematika, cepat menghafal, bisa berbagai bahasa asing, dll. Yang jelas semuanya mengarah kepada kecerdasan akademik. Lambat laun  saya memiliki persepsi yang berbeda tentang makna kecerdasan itu, setidaknya itu yang kini saya bangun dalam persepsi saya sebagai ibu.

Melihat seorang balita yang "anteng" bermain boneka, bermain pretend play sambil berceloteh ternyata bisa jadi itu yang membuat matanya berbinar. Bisa jadi dengan aktivitas itulah menghantarkannya untuk mudah memahami sesuatu tanpa tekanan dan tanpa kebosanan. Nah, itu yang mungkin tidak dirasakan oleh banyak orang ketika memahami bahwa cerdas hanya dikaitkan dengan kecerdasan akademik saja.

Suatu hari, saat saya melihat Sabrina bernyanyi penuh semangat, bergoyang sambil mengulang lirik lagu, sesekali berimprovisasi, saya pun ikut terhibur. Dalam hati saya berujar, "Bukankah hal seperti ini bukan sesuatu hal yang mudah?". Suatu hari Sabrina berimajinasi menyusun lego dengan berbagai bentuk, bermain peran dengan membuat alur cerita bak seorang sutradara. Saya merasa tergelitik, tersenyum kecil menyaksikan anak balita yang sedang bereksplorasi menemukan apa yang membuatnya berbinar.

#LatePost
#AliranRasa
#Level7
#KuliahBunsayIIP
#BintangKeluarga

Comments

Popular posts from this blog

Pohon Literasi Kami

Alhamdulillah hari ini adalah hari terakhir kami menjalani tantangan game level 5. Rasanya baru kemarin kami menggunting kertas warna, kemudian menempel bersama di ruang tamu. Ya, kami membuat "pohon literasi" yang kala itu masih tak berdaun, artinya belum ada buku yang kami tulis. Sebelumnya habit literasi dalam keluarga kami hanya mengalir begitu saja tanpa motivasi yang jelas apalagi ada inovasi, bahkan sekedar untuk membuat pohon literasi agar kami semua lebih semangat membaca lagi. Tapi kini, tujuh belas hari yang sudah dilewati memberikan banyak hikmah dan pembelajaran kepads keluarga kecil kami. Teruntuk Sabrina, putri kecil kami, membaca dan bercerita telah menjadi aktivitas harian yang dia suka. Aktivitas ini mampu membuatnya tertawa dan berbicara, mengeluarkan imajinasinya di masa balita. Semoga kelak Sabrina bisa mencintai ilmu dan mengetahui banyak hal lewat membaca. Semoga Sabrina tetap bahagia jikalau bunda sekedar memberi kado buku cerita 😬 Teruntuk suami

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

My Body Belongs to Allah (Konsep Thaharah untuk Anak)

Presentasi Kelas Bunda Sayang hari terakhir disampaikan oleh kelompok 3 yang terdiri dari Mbak Annisa Novita Dewi, Mbak Annisa Wahyuningrum, dan Mbak Bilkis Mukhlisoti. Tema yang diambil yaitu tentang "My Body Belongs to Allah (Konsep Thaharah untuk Anak)" 1. Tantangan yang dihadapi yang berkaitan dengan gender a. Fenomena di masyarakat Selama ini ada pemahaman keliru dalam masyarakat tentang pendidikan seksualitas . Banyak orang menyebut istilah “pendidikan seks”. Padahal kata seks lebih identik dengan aktifitas hubungan intim dan alat kelamin. Sedangkan seksualitas mengandung makna yang jauh lebih dalam dan kompleks. Semestinya anak-anak sejak dini diajarkan mengenai pendidikan seksualitas, bukan pendidikan seks. Orangtua sebagaimana yang diamanatkan oleh agama dan tercakup dalam UU Kesejahteraan Anak No.4 Tahun 1979, adalah pihak utama dalam pemberian pendidikan seksualitas tersebut (Elly Risman) b. Pendidikan Seks vs Seksualitas Seks adalah segala sesuatu yang menya