Skip to main content

Self Healing dengan Teknik Reframing

Hasil belajar di keluarga "Inside out Family" yang cukup berkesan bagi saya adalah tentang teknik "reframing". Saya sebenarnya tahu tentang teknik ini pertama kali ketika membaca buku "Enlightening Parenting", kemudian istilah itu semakin familiar ketika menyimak diskusi di keluarga manajemen emosi. Nah, hari ini pun dan hampir setiap hari ada saja tantangan yang menguji saya untuk bisa mengaplikasikan teknik reframing ini.

Terkadang kita sering memberikan framing terhadap suatu peristiwa. Nah, reframing merupakan teknik untuk mengubah cara pandang kita untuk memilih respon yang memberdayakan dan memberi makna baru. Misalnya saja hari ini saya berlatih reframing dengan fakta anak saya tidak mau membaca iqra. Biasanya seringkali saya membuat framing kalau anak malas dan susah nurut, kemudian muncul respon mengomel. Akhirnya saya mencoba melakukan reframing bahwa anak mungkin bosan dengan cara belajar yang saya sampaikan, maka responnya akhirnya memotivasi saya menyampaikan cara pembelajaran yang lebih menyenangkan dan tidak monoton, yaitu tidak sekedar langsung membaca dari iqra tapi menggunakan buku bergambar dan cerita. Lalu selesai menbaca kami melakukan "tepuk iqra" dengan yel-yel penyemangat. Dan alhamdulillah belajar iqra hari ini terasa lebih menyenangkan 😊

Kedua, saya berlatih reframing kepada suami. Faktanya suami terlihat sangat fokus dengan laptop, sedangkan anak-anak terlihat ingin bermain bersama beliau dan saya sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. Nah biasanya saya langsung merespon dalam hati atau dengan wajah kesal bahkan mengomel supaya anak-anak diajak bermain dan jangan fokus dengan laptop. Namun, hari ini saya berlatih reframing bahwa suami fokus karena sedang menyelesaikan deadline kerjaan. Maka respon yang muncul yaitu mengalihkan anak-anak untuk bermain dulu dengan saya sambil menunggu ayahnya menyelesaikan tugasnya. Alhamdulillah tugas suami lebih cepat selesai karena tidak "diganggu" anak-anak, dan anak-anak pun bisa cepat bermain dengan ayahnya.
Hari ini saya memberi badge satisfactory. Meskipun saya berhasil membuat quotes, menyelesaikan jurnal sebelum magrib. Namun, dalam prakteknya masih ala kadarnya, perlu latihan dan jam terbang agar saya lebih terbiasa, khususnya untuk praktek reframing hari ini. Respon yang memberdayakan tidak muncul secara otomatis saat peristiwa terjadi, tapi butuh waktu beberapa saat untuk proses reframing dan akhirnya selfhealing, yaitu mau menerima keadaan tanpa harus memberi label negatif. Dalam kondisi emosi yang labil, situasi terdesak biasanya saya masih sering undercontrol. Jadi masih banyak ya PR untuk tetap konsisten menerapkan teknik ini.
#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
#day3

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany