Kalau kita bernostalgia tentang masa kecil, kira-kira permainan apa yang paling menyenangkan? yang paling bikin kita ketagihan dan bahkan bisa bikin kita lupa waktu? Wah pasti variatif banget ya jawabannya. Nah, pertanyaan retoris itu tiba-tiba mengingatkan saya akan masa kecil saya dulu. Seperti yang sering saya tuliskan pada beberapa cuplikan kisah masa kecil saya, ternyata masa kecil saya adalah masa kecil yang bahagia yang penuh dengan kenangan indah. Bisa dibilang masa kecil adalah masa di mana saya belajar untuk mengenal diri saya sendiri, tentang potensi, tentang cita-cita, percaya diri, termasuk tentang pertemanan dan keluarga.
Aktivitas membersamai Sabrina bermain setiap harinya, tanpa sadar membuat saya kembali menelusuri jejak masa lalu saya dulu. Tanpa sadar Allah memberikan pembelajaran bagi saya untuk memahami tentang dunia anak. Ya, dunia anak yang sangat identik dengan imajinasi dan eksplorasi. Tangan mungil Sabrina saat "ngoprek" sesuatu, langkah kaki yang berlari kesana kemari, serta celoteh yang terdengar tanpa henti, membuat saya senyum-senyum sendiri. Ya, seolah berkaca tentang diri sendiri, saat masih menjadi seorang anak.
Dunia anak bukanlah dunia yang penuh "rekayasa" dan "pencitraan", tetapi dunia yang penuh dengan kejujuran dan kepolosan tanpa dipoles. Ya, memang fitrah anak memang demikian. Hanya, seringkali kita sebagai orangtua terlalu terobsesi untuk "mengintervensi" dunia mereka agar seperti dunia kita, para orang dewasa. Padahal kita pun pernah mengalami fase yang sama saat menikmati hari-hari menjadi seorang anak.
Salah satu dunia anak yang tidak bosan saya tuliskan adalah tentang rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan untuk mencoba tanpa henti. Seperti Sabrina yang sedang berada di fase keingintahuan yang tinggi akan banyak hal, meniru dan kini sudah bisa memodifikasi setiap kata dan tingkah laku yang dia dengar dan lihat dari lingkungan sekitarnya, termasuk kami sebagai orangtua.
Sabrina selalu "kepo" dengan urusan bongkar pasang, gunting tempel, dan sejenisnya. Tak jarang Sabrina selalu terlibat dengan aktivitas yang sedang dilakukan ayahnya. Misalnya saja di saat ayah Sabrina memberi inisiatif untuk mengubah sebuah sudut pandang bahwa layang-layang itu tidak harus beli. Kita bisa bereksperimen untuk membuatnya bersama. Nah, hal ini yang kurang banget ada pada bundanya. Karena pasti bundanya lebih memilih sesuatu yang simpel, antiribet, dan sejenisnya. Alhasil paling males bikin mainan DIY #janganditiru
Dengan telaten, Sabrina dan saudara sepupunya menjadi asisten cilik bagi suami saat beliau sedang menunjukkan cara membuat layang-layang dari koran bekas. Anak-anak begitu berbinar, saling berebut untuk membantu. Tentu tak lupa mulut mungil mereka saling berceloteh, bertanya ini dan itu. "Om, emang bisa ya bikin layang-layang dari koran bekas?", "Om emang layang-layangnya bisa terbang tinggi?" begitulah beberepa pertanyaan anak-anak saat melihat ayah Sabrina membuat layang-layang ini. Tak lama mereka pun bersorak "Yeay, layang-layangnya sudah selesai. Ayo kita terbangin layangannya!" Ujar anak-anak dengan wajah penuh bahagia. Tak lama mereka saling berebut ingin menerbangkan layang-layang. Nah, layang-layang tak bertahan lama. Begitupun saat terbang tentu tak bisa terbang tinggi. Tapi bagi anak-anak hal kecil tadi membuat mereka bisa belajar banyak hal. Dan yang paling penting mereka begitu menikmati dan mendapatkan pembelajaran hidup tentang keberanian untuk mau mencoba dan berkreasi 😊
#day10
#tantangan10hari
#level9
#kuliahbunsayiip
#thinkcreative
Comments
Post a Comment