Skip to main content

Dunia Anak adalah Dunia Bermain

Setelah sekian lama gak posting kegiatan Sabrina, rasanya kangen juga untuk menuliskan jurnal pembelajaran Sabrina. Semenjak sebulan yang lalu kami sementara waktu "ngungsi" ke rumah orang tua, ternyata banyak rutinitas harian yang berubah, termasuk aktivitas sehari-hari Sabrina. Kalau biasanya aktivitas harian Sabrina lebih terjadwal polanya, termasuk aktivitas bermain, tidur, dan makan. Namun, kini tidak lagi. Ketika biasanya aktivitas harian Sabrina banyak berinteraksi dengan saya di rumah, sekarang sebaliknya, anaknya "cuek" sama bundanya 😅.

Sekelumit kisah harian Sabrina yang berubah, saya bisa mengambil banyak hikmah yaitu tentang bagaimana dunia anak. Jika kita para orangtua yang sudah dewasa seringkali banyak melakukan sesuatu karena dorongan tanggungjawab kerja, amanah, atau rutinitas harian, ternyata tidak demikian dengan anak-anak, apalagi usia balita. Memang, mereka bisa dengan sangat mudah dibentuk sebuah rutinitas baru yang berulang-ulang. Namun, ternyata aktivitas harian mereka tidak terlepas dari aktivitas bermain dan menjelajah. Belajar mengeksplorasi hal-hal baru, meniru, pun menghasilkan kreativitas melalui imajinasinya. Apa yang mereka cari? Sebenarnya sederhana, mereka begitu menikmati dunianya. Senyuman, canda tawa yang lepas, berlari, memanjat, mencoba tantangan baru adalah hal yang membuat mereka bahagia 😊.

Kini emaknya jadi tersadarkan kalau anak itu masih sangat fleksibel. Hakikatnya sesulit apapun tipe anak untuk beradaptasi, tapi sebenarnya saat mereka sudah merasa nyaman, merasa aman, dan menemukan kegembiraan maka mereka dengan sendirinya akan bermain, bercanda dengan teman sebayanya. Itu sesuatu hal yang alami terjadi. Namun, terkadang kita seringkali kurang memahami anak dan memposisikan mereka seperti kita orang dewasa. Padahal kalau kita bertanya pada diri sendiri, kita juga gak akan pernah nyaman jika "dipaksa" untuk sok kenal atau sok nyaman dengan lingkungan sekitar, tapi pikiran dan jiwa kita tidak disana.

Nah, kembali kepada dunia bermain, ternyata anak itu juga begitu fleksibel dengan waktu, tempat, dan sarana bermain. Justru anak akan belajar lebih banyak menjadi "problem solver" dengan keterbatasan yang ada. Misalnya saja media bermain. Ternyata ketika Sabrina tidak membawa banyak mainan ke rumah nenek. Justru gerak motorik Sabrina lebih terlatih, begitupun kemandiriannya. Itu yang tidak Sabrina dapatkan saat waktunya lebih banyak mengikuti "rurinitas" harian bersama saya. Anak itu selalu memiliki energi yang besar untuk bergerak ataupun "ngoprek" alias mengeksplorasi segala hal. Entah dipukul, dinaikin, ditumpahin, diaduk, dll. Terkadang itu yang bikin emaknya cenat-cenut mikirin rumah yang kayak kapal pecah.

"Bersyukurlah ketika anak-anak kita masih bisa berlari dan tertawa lepas. Karena itu artinya dia masih merasakan dan menikmati kebahagiaan sebagai seorang anak"

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany