Skip to main content

Ketika Aku Menjadi Anak Kampung



Setiap fase kehidupan ternyata memang menyimpan banyak hikmah pembelajaran. Baik dalam kondisi senang maupun sedih. Salah satu hal yang menuntut kreativitas kita adalah ketika kita "dituntut" untuk bisa keluar dari zona nyaman. Entah karena faktor internal maupun eksternal. Tentu ketika kita berusaha keluar dari zona nyaman, terkadang ada perasaan yang tidak biasa. Hal itu sangatlah wajar, namanya juga keluar dari zona nyaman, pasti ada rasa ketidaknyamanan. Apalagi dalam hal membentuk kebiasaan baru, rutinitas baru, lingkungan baru, dll. Hal yang pertama harus dilakukan yaitu mampu beradaptasi.

Salah satu aspek yang menjadi PR untuk saya pribadi yaitu sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Tapi, ketika saya sudah menemukan titik "nyaman", maka saya akan begitu menikmati dengan lingkungan dan rutinitas baru tersebut. Soal waktu? sangat relatif. Ya, setiap orang pasti memiliki waktu yang bervariasi untuk menemukan titik ternyamannya, begitupun bagi seorang anak.

Berbicara tentang lingkungan dan rutinitas baru, hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk Sabrina. Nah, ternyata setelah saya amati, banyak pembelajaran positif yang Sabrina dapatkan dari proses adaptasi dengan lingkungan baru. Salah satunya adalah tentang kreativitas. Lingkungan, teman, rutinitas dan hal baru lainnya secara tidak langsung menjadi tantangan bagi Sabrina untuk menemukan titik ternyaman, di mana dia bisa membaur dan menikmati hal-hal baru tersebut. Kembali lagi kepada proses menggeser sebuah sudut pandang.

Ada pembelajaran penting yang Sabrina dapatkan selama tinggal hampir sebulan di rumah nenek, yaitu beradaptasi dengan kehidupan di kampung. Tidak ada playground dan mall besar untuk berjalan-jalan. Tidak ada hiruk pikuk kemacetan di jalanan. Tidak ada banyak polusi asap kendaraan, dan tentunya udara yang sejuk yang tidak bisa dinikmati saat kami ada di Depok. Satu hal lagi yaitu tidak ada mainan yang bervariasi, karena selama di sini, saya hanya membawa beberapa buah buku, boneka tangan, dan lego. Awalnya saya berpikir, apakah Sabrina akan merasa bosan dengan minimnya mainan yang dibawa? Ternyata tebakan saya meleset. Justru karena tidak ada mainan, Sabrina banyak bereksplorasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Secara tidak langsung kreativitasnya terbentuk.

Di kampung halaman, setiap pagi, kami bisa berjemur sambil bernyanyi, mengamati pohon, kupu-kupu, langit, lebah, dll. Dari dedaunan Sabrina bermain masak-masakan. Dengan batu, gadis kecil ini belajar menggerus daun bak seorang koki. Dengan kertas koran bekas, Sabrina tak kehabisan akal untuk menghasilkan sebuah karya versi imajinasinya. Hal yang paling signifikan, yaitu tanpa gadget, imajinasinya berkembang. Tanpa ada episode tantrum ingin bermain hape. Ternyata di lingkungan baru, anak-anak kita tetap memiliki ruang untuk belajar, bereksplorasi, dan berkreasi.

#day7
#tantangan10hari 
#level9
#kuliahbunsayiip 
#thinkcreative

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany