Skip to main content

Bermain Balok Spon

Menarik minat anak untuk mau belajar memang tidak mudah, apalagi kalau orangtua belum memahami gaya belajar anak. Yang paling menantang yaitu jika mood anak sering berubah-ubah. Dan itu sangat wajar sekali, karena anak balita rentang konsentrasinya pun tidak seperti orang dewasa. Jadi, jangan berharap anak kita mau duduk anteng berjam-jam bermain satu hal. Bisa duduk manis dan fokus mendengarkan lima belas menit saja sudah alhamdulillah😂

Cara yang sering saya lakukan ketika Sabrina belum tertarik dengan sarana pembelajaran yang ada yaitu dengan mencontohkan. Ya, tanpa harus memaksa dan berteriak-berteriak mengajak bermain, cukup saya yang "mencontohkan" anteng bermain. Seringkali saya memposisikan masuk ke dunia anak-anak, hehee..apalagi dengan kondisi Sabrina yang belum punya adik untuk teman bermain😂.

Seperti aktivitas hari ini, karena balok spon milik Sabrina sudah lama sekali gak disentuh, saya coba tawarkan kepada Sabrina mau bermain tidak "Na, kita bikin rumah yuk!", ternyata panggilan pertama belum membuatnya tertarik. Kemudian yang saya lakukan adalah mulai menggelar lapak, alias saya yang bermain dengan balok spon itu. Saya susun balok-balok ini menjadi sebuah bentuk. Aha! Tak berapa lama, Sabrina langsung datang menghampiri.

"Bunda lagi bikin apa?", lalu tanpa diintruksikan Sabrina ikut duduk dan mulai mengeksplorasi balok spon itu. Lalu bunda ngapain?hehee..,saya cukup jadi pengamat dan juru foto saja, sambil sesekali bertanya dan menjawab pertanyaan Sabrina, atau sebagai tim hore yang memberi semangat dan apresiasi 😊.

"Bunda ayo foto, Brina bikin rumah", "Wah, rumahnya tinggi sekali ya?" sahut saya. "Na, itu atapnya warna apa?", "kuning" ujarnya. "Kalau atapnya bentuk apa?" saya melanjutkan pertanyaan, "Hmmm.." nampaknya Sabrina ragu untuk menjawab. "Ini atapnya bentuknya segitiga", saya coba jelaskan. Lalu aktivitas kami berlanjut dengan mereview warna, mereview bentuk geometris yang kemarin kami pelajari, dan mengeksplorasi imajinasi Sabrina.



Ternyata, setelah Sabrina berimajinasi membuat rumah versinya. Tak berapa lama Sabrina menyusun lagi bangunan lain, kali ini bukan ditumpuk ke atas, tapi berderet memanjang. Saya sesekali tersenyum menyaksikan gadis kecil ini begitu anteng dan menikmati apa yang sedang dimainkannya.


Hari ini saya kembali belajar tentang bagaimana seorang anak itu memiliki fitrah belajar yang tinggi. Mereka tidak pernah bosan mencoba lagi dan lagi. Fitrahnya yang begitu bersih dan polos tanpa embel-embel "pencitraan" dan lainnya membuat mereka belajar tanpa beban. Canda tawa dan binar matanya selalu menjadi penyemangat bagi kita sebagai orangtua.

"Ketika kita sering berorientasi bagaimana cara mengajari anak supaya paham akan suatu hal, kenapa kita tidak mencoba untuk memahami bagaimana cara mereka belajar?"

#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIip
#ILoveMath
#MathAroundUs
#Day10

Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany