Ketika dahulu saya pertama kali mengenal matematika, yang ada dalam pikiran adalah tentang menghafal deretan rumus, menghafal perkalian, dan teori sejenisnya. Dan itu yang menjadikan saya "kurang suka" dengan matematika. Walaupun akhirnya jadi anak FMIPA juga, meskipun kuliahnya sih jurusan biologi 😂. Salah satu alasannya ya buat menghindari deretan angka. Tapi ternyata namanya anak FMIPA ya pasti ketemu calculus juga, wkwk. Ditambah lagi sebagai anak dengan peminatan genetika, minimal Hukum Mendel dan bioinformatika harus ngerti juga.
Hmmm..itu sih sekelumit flashback bagaimana saya mengenal matematika yang akhirnya menyisakan persepsi kalau matematika itu rumit, susah, teoretis, dll.
Kini, setelah melewati tantangan level#6 kuliah bunsay, saya jadi menemukan persepsi baru tentang matematika. Ya, matematika yang ada di sekitar kita, begitu sederhana, aplikatif, dan menyenangkan. Tanpa harus disandingkan dengan "branding" rumus yang rumit, hafalan serta deretan angka yang terkadang begitu sulit untuk dicerna bahkan mungkin dianggap begitu abstrak.
Tujuh belas hari mendampingi, mengobservasi dan belajar bersama Sabrina membuat saya mendapat satu energi baru tentang belajar matematika. Maka, jurnal pembelajaran harian kami menjadi sebuah pengingat bahwa matematika itu bisa dipelajari oleh siapapun, kapanpun bahkan di manapun. Bahkan oleh anak-anak balita kita. Bahkan dari seorang pedangan kaki lima yang tak mendapat gelar sarjana. Tanpa sadar kita telah belajar konsep matematika.
Aha!! Begitu mungkin ekspresi yang paling sering saya temui setiap harinya, ketika mencoba lebih dekat terlibat dengan aktivitas Sabrina, mencoba memahami setiap pertanyaannya, serta jawabannya akan banyak hal. Saya makin paham bahwa anak-anak itu memiliki fitrah senang belajar, mengetahui hal baru, mencoba, berkreasi sesuai imajinasinya, dll. Terkadang orang sekitarnyalah yang menghadirkan "framing" dan stigma negatif tentang sesuatu hal termasuk matematika
Ketika Sabrina mulai senang mengelompokkan, menyusun dengan berderet rapi, ternyata dari situlah Sabrina belajar matematika
Ketika pagi hari kami beraktivitas keluar rumah entah itu ke taman, ke masjid, dan tempat lainnya. Ternyata tanpa sadar itulah cara untuk mendekatnya pada konsep matematika. Mengamati alam, hujan, burung yang terbang, kubah masjid, jalan raya dan lainnya. Ooh..ternyata ada matematika di balik itu semua.
Ketika kami berbelanja ke tukang sayur, ke pasar dan supermarket, maka itulah cara agar Sabrina memahami secara konkrit apa itu matematika
Ketika kami memasak dan membuat kue bersama, menakar hingga mengukus dan membagi potongan kue. Ternyata kami telah belajar matematika.
Ketika Sabrina mulai bisa "melobby", memiliki prinsip yang kuat untuk memilih ini dan itu bahkan "berargumentasi", kenapa aku gak mau mandi. Justru dari situlah Sabrina mulai belajar tentang matematika.
Ketika Sabrina berulang kali bertanya kapan ayahnya pulang kerja di saat hari sudah mulai gelap. Dan mengingatkan saya shalat saat adzan tiba. Bukankah dari situ Sabrina sudah belajar matematika?
Ya, matematika yang bukan sekedar deretan angka tapi tentang logika, tentang problem solving tentang efektivitas kerja, dll nya.
Semoga kemarin, hari ini, esok lusa dan seterusnya Sabrina bisa lebih banyak lagi memahami tentang apa itu matematika. Tentu dengan sebuah persepsi positif bahwa belajar matematika itu menyenangkan, bermanfaat dan dekat dengan sekitar kita.
"Jangan salahkan matematika sebagai pelajaran paling menakutkan di dunia. Boleh jadi itu karena persepsi kita yang membuatnya begitu terasa jauh dari kehidupan kita. Padahal seharusnya dengan matematika hidup kita semakin mudah bukan semakin rumit"
#AliranRasa
#Level6
#KuliahBunsayIip
#ILoveMath
#MathAroundUs
Comments
Post a Comment