Skip to main content

Check In Mentorship Tahap Kupu-Kupu

Perjalanan mentorship kuliah Bunda Cekatan sudah setengah jalan. Berarti sisa empat minggu ke depan yang harus kami lewati. Pekan ini kami melakukan check in bersama mentor dan mentee. Tujuan utamanya adalah untuk mengecek sampai di mana hubungan antara mentor dan mentee, dan supaya kami bisa saling memahami. Selain itu, tentunya kami harus sama-sama saling jujur apakah proses mentorship ini masih on track menuju ke tujuan atau sebaliknya? 

Check in ini juga berfungsi untuk update situasi dan melakukan double check (mentor-mentee) tentang perasaan dan kenyamanan kami selama menjalani mentorship. Tak lupa kami juga harus mengecek komitmen dan prioritas satu sama lain, saling memberikan feedback, serta apa saja tindak lanjut yang sama-sama harus kami lakukan dalam mentorship ini. Sekilas tampak "sederhana" namun filosofis sekali. Bisa dibilang jurnal pekan ini hanya seperti "curhat". Namun, justru menguji komitmen dan kesungguhan, sejauh mana kami serius sepenuh hati menjalani program mentorship ini. 

Check in dengan Mentor

Alhamdulillah hari Jumat saya sudah membuat janji untuk ngobrol dengan mentor.  Seperti biasa obrolan kali ini mengalir saja, meskipun tentu ada poin-poin yang harus kami bicarakan. Alhamdulillah sejauh ini sejak awal kami berdua sudah merasa nyaman dan cocok saat berkomunikasi.

Saya bersyukur memiliki mentor yang responsif. Beliau selalu menjadi pendengar yang baik, menyimak setiap "curhatan" saya. Kami pun bersepakat melanjutkan proses mentorship ini insyaAllah dengan bahagia ☺️. Meskipun sebelumnya komunikasi kami sudah lancar, namun akhirnya kami menyepakati untuk menetapkan jadwal ngobrol setiap Sabtu, pun kami sama-sama ridha jikalau diskusi belum selesai bisa dilanjutkan dengan chat personal, namun akan dibalas saat luang. InsyaAllah tidak memberatkan satu sama lain.

Kami pun setiap pekan memang membicarakan progress mentorship yang sudah dilakukan. Alhamdulilah saya bersyukur mendapat mentor yang bisa mendampingi saya untuk belajar tanpa "mendikte" dan "nyuapin". Beliau selalu mengembalikan keputusan kepada saya pribadi. Diskusi dengan beliau selalu membuat saya justru semakin penasaran dengan banyak hal.

Karena topik yang saya pilih adalah tentang "Self Healing", mentor saya menjelaskan kembali tentang target pencapaian yang mungkin tidak bisa diukur secara matematis (kuantitatif). Karena ini merupakan latihan pemahaman dan latihan kesadaran diri. Jadi, fokusnya adalah sejauh mana kita berproses mengenal diri. Maka, tak perlu terburu-buru ingin berlari.

Saya juga selalu terbuka untuk menyampaikan tantangan yang saya lewati selama seminggu terakhir berlatih self healing. Apa saja pembelajaran yang saya dapatkan, serta saya tak lupa meminta feedback. Dan beliau selalu memicu "intelectual curiosity". Seru!! seperti belajar connecting the dot 😍

Check in dengan Mentee
Alhamdulillah check in dengan kedua orang mentee sudah dilakukan sesuai jadwal yang disepakati. Saya ngobrol dengan mentee pertama di hari Sabtu, sedangkan dengan mentee kedua di hari Minggu. Keduanya juga memiliki respon yang hampir sama yaitu merasa senang dan nyaman dengan proses mentorship ini, begitupun saya pribadi.

Dengan kedua mentee, sejak pertama berkenalan memang berkali-kali saya memastikan tujuan yang ingin dicapai, apa tantangan yang dihadapi selama ini, apa yang menjadi prioritas, dsb. Begitupun, secara personal saya sampaikan bahwa saya bersedia menjadi mentor bukan semata karena "keahlian". Namun, lebih karena dorongan untuk berbagi pengalaman atas proses saya berjibaku dalam mengatur waktu dan konsistensi.

Setelah saling bercerita tentang perasaan, kami pun saling menguatkan komitmen ke depan, termasuk memperjelas komitmen waktu. Akhirnya disepakati ngobrol dengan mentee pertama di hari Sabtu dan mentee kedua di hari Senin pagi. Dengan catatan tambahan, jika ingin lanjut diskusi di luar waktu itu insyaAllah akan saling merespon saat luang. Jadi tidak memberatkan dan mengganggu aktivitas masing-masing.

Meskipun mentee kedua baru menjadi mentee saya selama dua pekan. Namun, karena kami berdua termasuk tipe yang senang bercerita dan cukup terbuka untuk berbagi, alhamdulillah tidak ada kendala dalam komunikasi. Bahkan terkadang kami juga "curcol" dengan aktivitas keseharian. Begitupun dengan mentee pertama yang selalu bisa ngobrol dengan santai.

Tak lupa kami saling memberikan feedback untuk perbaikan proses mentorship ke depan. Kami mendetaili apa saja yang harus disiapkan sebelum ngobrol. Tak lupa saya juga mengecek sejauh mana progress para mentee membuat perencanaan, to do list dan skala prioritas yang sudah dibuat. Pesan penting yang berulang kali selalu kami ingat adalah tentang belajar untuk saling menguatkan, bukan untuk untuk saling bersaing, dsb. Maka, tak ada yang lebih hebat dan lebih pintar, karena kami saling belajar satu sama lain.

Jurnal pekan ini memberikan pengalaman tersendiri bagi saya tentang sebuah mentorship. Saya dahulu berpikir mentorship ini seperti "pelatihan" yang akan menuntut kita untuk dijejali dengan banyak teori dan PR untuk menguasai satu bidang tertentu.  Namun ternyata tidak demikian. Ritme mentorship ini bisa dibilang "slow but sure" perlahan tapi pasti, karena di setiap pekan ada goals spesifik yang jelas. Sehingga terasa sekali proses pembelajaran yang harus dilewati. Jadi, tidak serta merta mengejar target. Namun, banyak menekankan pada pengalaman dan praktek, "learning by doing". 

Di pekan ke empat ini saya semakin belajar tentang pentingnya komunikasi produktif. Hal yang seringkali dianggap sepele adalah menjadi pendengar yang baik, yaitu menyimak sepenuh hati. Sama halnya seperti prinsip mindfulness. Dan saya merasa itu tidak mudah, termasuk bagaimana kita berbesar hati menerima feedback, pun bersabar menerima respon dari mentor/mentee.

Ibarat sebuah hubungan, penting bagi kami untuk mengecek kembali komitnen dan kesepakatan kami. Baik dari segi kesepakatan waktu, dll. Apakah kami sudah memprioritaskan program mentorship ini atau sekedar berlalu tanpa keseriusan? Duh, menohok banget rasanya jika sudah diingatkan tentang "komitmen".

Setiap orang paling mudah mengritik, mencari kekurangan orang. Dan saya semakin menyadari bahwa kemampuan memberi saran atau ide yang konstruktif ternyata perlu latihan. Termasuk kecakapan dalam menyampaikan sebuah pesan dan memberikan respon. Wah, harus semakin semangat lagi nih latihannya!! 😍

#jurnalke4
#tahapkupukupu
#buncek1
#institutibuprofesional


Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany