Skip to main content

Tantangan Fitrah Seksualitas

Jika kita berbicara tentang fitrah seksualitas pada anak mungkin masih banyak orang yang berpikiran "tabu", karena sudut pandang yang kurang tepat terhadap pembahasan ini. Tidak sedikit orang yang berpikiran bahwa pembahasan fitrah seksualitas pada anak berhubungan dengan bagaimana mendidik anak atau memberikan informasi seputar hubungan seksual dan sejenisnya. Padahal tidaklah demikian adanya, karena pembahasan fitrah seksualitas justru penting untuk menumbuhkan fitrah keayahan dan keibuan kelak bagi seorang anak laki-laki dan perempuan, termasuk bagaimana memberikan penjelasan tentang konsep gender yang benar.

Dalam Islam sendiri pembahasan tentang hal ini mungkin lebih familiar dengan istilah "tarbiyah jinsiyah". Nah, justru pembahasannya memiliki dimensi yang luas mulai dari iman, adab dan akhlak termasuk fiqh di dalamnya. Membaca panduan mendidik anak secara Islami membuat saya semakin termotivasi untuk lebih banyak lagi belajar. Karena ternyata banyak hal yang belum saya tau, termasuk tentang fitrah seksualitas ini.

Memang banyak terdapat perbedaan sudut pandang konsep penanaman fitrah seksualitas pada anak. Pendidikan seksualitas ala Barat memang masih kental dengan konsep pendidikan seks itu sendiri, sedangkan dalam Islam justru pilarnya ada dari penanaman iman, adab dan akhlak pada anak-anak kita. Misalnya saja bagaimana membangun konsep gender bagi anak perempuan maupun laki-laki sebagai bentuk fitrah manusia yang diciptakan Allah. Begitupun tentang aspek fiqh thaharah, adab dalam bertamu, interaksi dengan lawan jenis, dsb. Sungguh peraturan yang paripurna.

Relitas di lapangan memang tidak semudah membaca teorinya. Justru tantangan yang dirasakan di dunia nyata adalah pembelajaran sesungguhnya bagi seorang ibu, termasuk saya pribadi. Misalnya saja bagaimana penanaman konsep "toilet training" tidaklah semudah yang dibayangkan. Pengenalan aurat dan pemisahan tempat tidur anak menjadi tantangan unik tersendiri.

Sabrina saat ini masih tidur bersama saya dan suami. Rencananya setelah adiknya lahir, tepatnya saat usia Sabrina 4 tahun, Sabrina sudah dilatih untuk tidur sendiri. Nah, akhir-akhir ini saya dan suami sering melakukan diskusi tentang hal ini. "Na, kan Sabrina sudah besar dan mau punya adik, nanti Sabrina berani tidur sendiri?". Biasanya Sabrina menjawab sambil "nyengir", terkadang bilang berani terkadang pula langsung menolak. Tentu saya tidak akan memaksa di usianya saat ini, tapi saya lebih memperbanyak dialog tentang hal ini. Buku cerita sangat membantu bagi saya untuk menyampaikan hal ini. Salah satu buku yang Sabrina sukai adalah "Aku berani tidur sendiri". Nah, semoga secara bertahap sudut pandang Sabrina terhadap tidur sendiri bisa berubah. Bahwa tidur sendiri itu tidak usah takut, karena ada Allah yang menjaga, termasuk tidak boleh takut gelap saat tidur sendiri.

Secara bertahap hal yang dilakukan mungkin bisa dimulai dari memisahkan tempat tidur meskipun masih satu kamar. Proses untuk memberikan pemahaman kepada anak agar di usia 7 sampai 10 tahun sudah siap untuk tidur sendiri memang tidak mudah. Apalagi di usia anak balita yang kelekatannya masih tinggi dengan orangtua. Hal yang menantang adalah bagaimana memberikan pemahaman dengan bahasa yang mudah dicerna oleh anak balita.

Konsistensi untuk menanamkan konsep aurat juga lebih menantang, apalagi bagi anak perempuan. Membiasakan anak berkerudung sejak dini mungkin bisa jadi salah satu media pembiasaan dan pembelajaran pada anak. Namun, hakikatnya tantangan terbesar adalah bagaimana memberikan pemahaman bahwa konsep aurat bukan hanya sekedar "menutup" namun menjadi bagian dari konsep keimanan, yaitu ketundukan akan perintah dari Allah SWT. Harapannya, ketika anak-anak kita sudah dewasa dan mendapatkan taklif hukum, maka mereka akan melaksanakannya dengan sukarela bukan terpaksa.

#day16
#fitrahseksualitas
#learningbyteaching
#bundasayangsesi11

Comments

Popular posts from this blog

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany...

Yuk Menuang Lagi!

Setelah kemarin Sabrina bereksplorasi dengan air, hari ini Sabrina bereksplorasi menggunakan kacang ijo. Biasanya saya pribadi menggunakan media yang ada di rumah untuk bermain Sabrina. Termasuk kacang ijo ini. Jadi, sebelum dimasak, seringkali saya "membolehkan" Sabrina untuk bereksplorasi dengan bahan-bahan ini. Entah menuang, menyendok, mencuci, dll. Hari ini bunda masih mengenalkan tentang konsep besar dan kecil, serta konsep "kosong" dan "penuh". Seperti biasa, saya menyediakan nampan dan botol-botol kaca berbeda ukuran, sendok dan centong. Tanpa diberi intruksi Sabrina langsung menuang kacang ijo dengan alat tersebut. Pertama Sabrina memindahkan kacang ijo dengan sendok kecil, lalu dengan centong, dan terakhir menuang langsung antar botol. Sepertinya urutannya selalu demikian 😂. Berkali-kali botol kaca diisi penuh kacang ijo lalu dikosongkan kembali. Hal tersebut menjadi momen yang pas bagi saya untuk mengenalkan konsep matematika sederhana....

Bagaimana Seharusnya Perempuan Menggunakan Teknologi?

  Oleh: Annisa Fauziah (IP Depok/Mahasiswi Bunda Salihah) Di era globalisasi, teknologi menjadi sesuatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-sehari, termasuk bagi perempuan. Siapa yang masih berpikir bahwa yang melek teknologi itu hanya identik dengan kaum pria saja? Nah, ternyata teknologi informasi dan komunikasi masih sangat dekat dengan identitas laki-laki. Adapun perempuan sering kali hanya sebagai objek. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, pada bidang teknologi, khususnya TIK. Padahal, kuantitas jumlah perempuan hampir separuh dari penduduk Indonesia. Tentu hal ini bisa menjadi potensi yang luar biasa jika diberdayakan dengan baik. (lipi.go.id, 23/04/2019) Teknologi ini seperti dua sisi mata uang. Artinya, ia akan bermanfaat jika digunakan oleh orang yang tepat. Namun sebaliknya, akan menjadi bumerang jika kita tidak bijak menggunakannya.   Nah, tentu di era Revolusi Industri 4.0, pere...