Oleh: Annisa Fauziah (IP Depok/Mahasiswi Bunda Salihah)
Setiap perempuan tentu memiliki impian agar kelak bisa menjalani peran sebagai seorang ibu. Namun, sering kali muncul kekhawatiran. Salah satunya, yaitu sebuah pertanyaan, “Apakah aku harus mengubur cita-cita jika nanti menjadi seorang ibu rumah tangga?” Pertanyaan tersebut wajar muncul di benak banyak perempuan karena ibu rumah tangga sering kali dipandang sebelah mata.
Di dalam tatanan masyarakat kita saat ini, masih banyak orang yang memberikan label negatif kepada ibu rumah tangga yang bekerja di ranah domestik. Ibu rumah tangga dianggap hanya identik dengan urusan sumur, dapur, dan kasur. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan banyak ibu rumah tangga yang merasa insecure. Apalagi ibu rumah tangga sering dianggap tidak mandiri hanya karena tak “bergaji”.
Jika kita amati lebih mendalam, ternyata fenomena ini marak terjadi bukan semata karena ketidakpercayaan diri dari sosok ibu rumah tangga. Namun, faktor eksternal justru sangat berkontribusi, yaitu membuat ibu rumah tangga semakin termarginalkan. Mom shaming menjadi salah satu isu yang kini ramai diperbincangkan. Kritik negatif terhadap pilihan hidup, pola asuh, hingga penampilan. Nah, lagi-lagi ibu rumah tangga menjadi salah satu sasarannya. Hal ini terjadi karena masih banyak para ibu yang saling berkompetisi. Padahal, bukankah akan lebih indah jika kita saling bersinergi dan berkolaborasi?
Di tengah keresahan yang saya alami saat menjalani peran sebagai ibu baru, saat itulah saya bertemu dengan komunitas Ibu Profesional. Awal tahun 2017 menjadi titik balik bagi saya untuk semakin mencintai peran sebagai ibu rumah tangga. Saya menyadari bahwa pilihan saya untuk menjadi ibu rumah tangga bukanlah karena paksaan, namun karena sebuah kesadaran.
Akan tetapi, saat itu saya masih belum tahu. Apa yang membuat saya bisa terus berbinar dalam menjalankan peran ini? Semua itu terjawab saat saya pertama kali mengikuti matrikulasi. Jenjang perkuliahan yang saya ikuti di Institut Ibu Profesional, begitupun komunitas membuat saya merasa menemukan kembali jati diri. Di saat itulah saya mulai menata kembali visi misi kehidupan. Saya seperti dituntun untuk kembali mengenal diri sendiri, menemukan sebongkah permata yang tidak lain adalah potensi yang sudah Allah Swt. berikan. Ketika saya sudah mengenal dan menerima diri sendiri maka selanjutnya pintu untuk memberdayakan diri akan terbuka lebar.
Mindset saya tentang peran ibu rumah tangga pun perlahan berubah. Setiap ibu, dengan entitasnya sebagai perempuan harus memiliki keinginan untuk terus meng-upgrade diri. Bagaimana mungkin kita ingin mendidik anak-anak sebagai generasi pembangun peradaban, sedangkan ibunya tak mau mendidik diri? Padahal, ibu rumah tangga sejatinya adalah “manajer” di dalam keluarga. Tentu kita tak mau menjalankan peran secara asal-asalan tanpa ada landasan ilmu sebagai pegangan.
Bersama Ibu Profesional, saya pun semakin mencintai sebuah proses belajar (learning how to learn). Saya pun kembali bersemangat untuk memetakan potensi diri, menerima dan mencintai apa yang saya jalani. Salah satunya, yaitu saat saya kembali menekuni passion menulis. Ketika awal pernikahan, aktivitas keseharian saya banyak disibukkan dengan kegiatan domestik saja. Namun, empat tahun terakhir saya merasa semakin berbinar untuk terus bertumbuh menjadi sosok ibu pembaharu.
Saya pun semakin mencintai dunia kepenulisan. Tahapan enjoy dan easy sudah dilewati. Di tengah proses meningkatkan jam terbang menulis, alhamdulillah Allah Swt. memberikan saya kesempatan untuk berkarya dari dalam rumah. Selama pandemi, atas izin-Nya, saya bisa menggoreskan tinta menghasilkan empat buku antologi. Begitupun sayembara kepenulisan yang saya jadikan sebagai ajang men-challenge diri, sejauh mana saya mau berkomitmen untuk mengembangkan diri?
Hadiah dan sertifikat penghargaan bukan sesuatu yang saya cari. Namun, identity based habits yang sedang saya latih. Identitas sebagai seorang penulis bukan disandarkan pada target dan jumlah karya. Akan tetapi, sejauh mana saya memiliki intergritas sebagai seorang penulis. Semua itu terlihat dari komitmen dan konsistensi saya untuk terus meluaskan kebermanfaatan melalui tulisan. Selain itu, yang lebih utama adalah saya bahagia menjalankan semua ini.
“Dari rumah untuk dunia”, itulah slogan yang semakin menguatkan visi saya sebagai ibu rumah tangga yang berdaya. Ialah sosok ibu rumah tangga yang memiliki semangat untuk terus belajar, berkembang berkarya, berbagi, dan berdampak. Begitulah core value Ibu Profesional yang berusaha saya jalankan. Oleh karena itu, misi seorang ibu rumah tangga bukan sekadar untuk kepentingan diri sendiri, tetapi terus meluaskan kebermanfaatan bagi sekitar.
Sebagai ibu rumah, saya merasa bangga karena berusaha untuk keluar dari zona nyaman dan mau mengambil bagian dari proses lahirnya para ibu pembaharu. Saya yang dahulu hanya berfokus kepada masalah pribadi, kini justu semakin tergerak untuk menjadi bagian dari solusi. Sejatinya, “Every mother is a changemaker”. Begitulah kalimat yang sering diucapkan oleh Founder Ibu Profesional, Ibu Septi Peni Wulandani.
Tak terasa, selebrasi satu dekade perjalanan Ibu Profesional akan segera digelar. Tentu bukan sekadar euforia peringatan insidental yang akan dilaksanakan. Namun, lebih luas lagi adalah rangkaian Konferensi Ibu Pembaharu yang akan dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2021. Semoga kegiatan ini bisa menjadi wadah bagi para ibu untuk terus belajar dan menjadi bagian dari solusi. Mari, kita bergenggam tangan dan berkolaborasi, menghasilkan berbagai karya dari rumah untuk dunia.
#darirumahuntukdunia
#sayembaracatatanperempuanKIP2021
#konferensiibupembaharu2021
#ibuprofesional
Comments
Post a Comment