Skip to main content

Mencari Mentor dan Mentee di Tahap Kupu-Kupu

Awal ramadhan tahun ini menjadi momen yang spesial karena bertepatan dengan dimulainya tahapan kupu-kupu di kelas Bunda Cekatan. Episode panjang sebulan penuh maraton menjaga konsistensi #tantangan30hari, sekaligus puasa selama empat pekan nyatanya membuat saya justru "ketagihan" dengan proyek self healing yang saya laksanakan. Saya merasa semakin penasaran untuk fokus belajar tentang hal ini.

Dongeng perdana di kelas kupu-kupu seperti biasa langsung membuat ramai laman komen di FB grup begitupun di WA regional. Semuanya mencoba mencerna tentang apa yang harus kami lakukan di tahapan ini. Seperti biasa, saya masih tetap menjadi orang yang senang menyimak sambil menyelami setiap kata dan makna yang disampaikan ibu Septi di dalam dongeng pengantar tahapan ini.  Tujuannya semata supaya tidak terjadi misinformasi  serta supaya tidak perlu banyak menguras emosi sekedar untuk memastikan "emang kita harus ngapain aja pekan ini?". Jadi, saya memilih menyimak tuntas, mencerna, kemudian bertanya jika dirasa belum paham.

Saya masih tetap menyimak secara seksama obrolan di WA grup regional, pun mengecek diskusi di FB grup. Nah, akhirnya setelah saya memahami benang merahnya, saya berani untuk mengeksekusi membuat profil mentor di FB grup. Ya, di tahapan kupu-kupu kami akan melakukan program mentorship, yaitu kami diminta menjadi seorang mentor sekaligus menjadi mentee bagi sesama mahasiswi perkuliahan Bunda Cekatan. Awalnya saya masih ragu harus menuliskan keahlian apa yang saya miliki. Karena jujur, saya masih belum fokus dan totalitas menekuni bidang tertentu, pun mengikuti banyak pelatihan apalagi menghasilkan banyak karya. Saya masih fokus belajar secara otodidak dan melakukan aktivitas yang membuat saya bahagia.

Akhirnya saya memutuskan menuliskan profil mentor "mendongeng untuk anak", alasannya karena aktivitas ini sudah lama sekali saya jalani dan menjadi rutinitas saya sehari-hari. Jadi bisa dibilang "jam terbang" saya sudah lumayan lama sekedar untuk berbagi pengalaman. Dua hari setelah menuliskan profil mentor ternyata belum ada mentee yang berminat. Eh ternyata saya kurang gercep untuk "sambut bola" alias pendekatan langsung kepada mentee. Alhasil ada satu mentee yang menjawab, namun ternyata sudah dipinang duluan oleh mentor yang lain, hehee.. 

Alhamdulillah KaHima Depok berbaik hati membantu membuat daftar mentor dan mentee yang masih belum punya pasangan. Harapannya bisa menjadi #birojodoh supaya kami bisa mendapatkan pasangan yang tepat. Sayapun mencoba mengganti profil mentor menjadi "manajemen waktu IRT dan konsistensi". Alhamdulillah setelah perjalanan ditolak mentee 2x akhirnya saya mendapatkan mentee dari IP Karawang (Bunda Kusmiati) 😊. Saya berinisiatif mengecek laman komen FB grup dan langsung mengirim pesan via messenger saat ada yang mencari mentor manajemen waktu. Dua kali ditolak mentee, tentu ada perasaan "hampa" namun tetap mencoba mengumpulkan energi dan keyakinan untuk akhirnya dipertemukan dengan mentee yang cocok. Dari petualangan mencari mentee ini saya belajar tentang kesabaran. Ya, sabar bukan bermakna diam, pasif, pasrah tanpa bertindak apa-apa. Justru semakin menguatkan ikhtiar untuk mencari mentee yang sesuai.

Jika perjalanan mencari mentee membutuhkan perjuangan ekstra, namun tidak demikian dengan proses mencari mentor. Perjalanan mencari mentor justru sangat dimudahkan. Saya pribadi sejak awal sudah mantap untuk memperdalam "Self Healing" sesuai dengan mind map dan melanjutkan proyek #tantangan30hari saat di tahap kepompong. Saat pertama kali scrolling profil mentor tiba-tiba ada satu nama yang pernah saya dengar menuliskan profil seputar "Self Healing". Beliau adalah Bunda Fachecha (Mbak Afa) dari IP Yogyakarta. Beliau pernah mengisi kulgram di keluarga manajemen emosi tentang "Self Healing dengan Teknik Sadar Nafas". Akhirnya saya memberanikan diri bertanya via messenger. Masyaallah di saat itu juga langsung dibalas dengan hangat oleh beliau. Rasanya saat itu saya merasa senang sekali dapat mentor yang "klik" di hati 😍

Di tahap pertama program mentorship ini kami masih di tahap perkenalan antara mentee dan mentor. Mulai dari perkenalan personal, hobi, aktivitas saat ini termasuk latar belakang kenapa kami memilih bidang tertentu di program mentorship ini. Alhamdulillah, sesi kenalan sebagai mentor maupun mentee berjalan lancar, menyenangkan dan alamiah mengalir begitu saja. Kami juga menyepakati jadwal diskusi dan media komunikasi. Alhamdulillah kami memilih jadwal diskusi yang lebih fleksibel yang memudahkan satu sama lain 😊

Bagi saya pribadi, program mentorship ini sejatinya bukanlah untuk "unjuk gigi" namun justru menjadi ajang untuk saling berbagi. Dengan semangat saling berbagi dan saling belajar ini, insyaAllah saya bisa lebih mengeksplorasi banyak hal. Wah sepertinya di tahapan kupu-kupu ini akan lebih banyak lagi kejutan dan tantangannya ya. Ayo kita lanjutkan perjalanan dan berpetualang dengan bahagia di tahapan kupu-kupu ini! 😊


#jurnalke1
#tahapkupukupu
#buncek1
#institutibuprofesional


Comments

Popular posts from this blog

Peran Adab dalam Memerangi Pergaulan Bebas

Presentasi hari kedua tantangan level 11 disampaikan oleh Mbak Risca, Mbak Suci, Mbak Thifal dan Mbak Rohmah. Pemaparan diawali dengan menyampaikan data-data terkait pergaulan bebas di kalangan remaja. Dilansir TirtoID (2016), BKKBN 2013 lalu menyebutkan sebanyak 20,9 persen remaja di Indonesia mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah. Kondisi ini menyumbang peranan besar dalam jumlah kematian ibu dan anak. Di samping itu, Pusat Unggulan Asuhan Terpadu Kesehatan Ibu dan Bayi pada 2013 juga menyebut, sekitar 2,1 – 2,4 juta perempuan setiap tahun diperkirakan melakukan aborsi, 30% di antaranya oleh remaja. Untuk itu, United Nations Departmen of Economic and Social Affairs (UNDESA) pada 2011 masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan persentase pernikahan dini pada peringkat 37. Menurut BKKN dengan peringkat itu, Indonesia merupakan negara kedua di ASEAN dengan persentase pernikahan dini tertinggi setelah Kamboja. Fitrah Seksualitas pada Usia Remaja Fitrah seksualita

Apa Perasaanmu Hari Ini?

[Dokumentasi pribadi] Perjalanan membersamai tumbuh kembang anak pertama sungguh memberikan banyak pembelajaran bagi saya pribadi untuk memahami peran seorang ibu. Episode awal menjadi seorang ibu dipenuhi oleh pengalaman yang memungkinkan seorang ibu menjadi orangtua "sumbu pendek". Betapa tidak, hampir setiap jam terdengar tangisan dari seorang bayi kecil di hadapannya. Entah karena lapar, kepanasan, bosan, dsb. Episode berlanjut dengan fase di mana anak mulai sering tantrum. Saat itu saya terkaget-kaget menyaksikan seorang anak balita di hadapan saya yang menangis menjerit tiada henti, bahkan sambil berguling-guling, terkadang meronta. Berbagai jurus pun mulai dicoba mulai dari mengalihkan perhatiannya dengan menawarkan makanan kesukaannya, mengajaknya keluar melihat teman bermainnya, bahkan menyodorkan gadget berupa video yang bisa membuat tangisannya mereda. Namun, ternyata berbagai cara tersebut juga terkadang tidak berhasil membuat anak berhenti menangis. Nah, y

Asyiknya Bermain Air!

Aktivitas bermain yang hampir tidak pernah ditolak Sabrina adalah bermain air. Bahkan tanpa difasilitasi pun, seringkali Sabrina sudah anteng bermain air, alias inisiatif ke kamar mandi. Membawa mainan untuk dicuci atau sekedar bermain sabun dan inisiatif ingin wudhu sendiri. Tentu akibatnya baju basah dan tak jarang membuat saya yang sedang melakukan aktivitas lain, semisal memasak harus berhenti dahulu. Sekedar memastikan bahwa bermain airnya masih "aman" 😬. Hari ini, saya coba memberikan stimulasi kepada Sabrina untuk mengeksplorasi air. Mulai dari memberikan pewarna makanan ke air hingga proses menuang dan membandingkan kuantitas air. Ya, tujuan utamanya untuk melatih motorik halus bagi Sabrina, bagaimana berusaha hati-hati dalam menuang air supaya tidak tumpah dan belajar mengenal kuantitas. Seperti biasa dalam proses belajar selalu ada hal yang di luar prediksi. Artinya apa yang saya sediakan terkadang dieksplorasi sesuai dengan imajinasi Sabrina. Saya sengaja hany