Alhamdulillah setelah berhasil menemukan "Telur Hijau" di permainan perdana Kelas Telur-Telur Bunda Cekatan, pekan ini ada permainan seru yang semakin menantang. Jika di jurnal pertama kita berusaha mencari tahu apa yang membuat kita bahagia, maka di tahap kedua ini kita akan mencari tahu apa sebetulnya keterampilan yang kita perlukan untuk menunjang aktivitas yang membuat kita bahagia.
Di jurnal kedua ini, sebenarnya kita diminta untuk melihat kembali, apakah aktivitas yang bisa dan suka, yang sudah kita tuliskan di jurnal sebelumnya adalah aktivitas yang sangat penting dan harus kita lakukan. Kemudian, kita kembali harus memastikan, apakah semua aktivitas tersebut bisa membuat indeks kebahagiaan kita sebagai seorang perempuan, istri, dan ibu bisa naik terus. Tentu ini menjadi sebuah pertanyaan retoris yang harus kita cari tau sendiri jawabannya.
Nah, akhirnya setelah berkontemplasi, mencoba "self talk" sambil merefleksikan bagaimana respon saya ketika menjalani aktivitas yang saya tuliskan di telur hijau, akhirnya saya mengkonfirmasi bahwa saya tidak merevisi telur-telur hijau tersebut. Artinya, semua yang saya tuliskan sebelumnya adalah aktivitas yang memang benar-benar bisa membuat saya berbinar, bahagia sekaligus memberikan kebermanfaatan dan memang penting untuk dikerjakan.
Setelah dianalisis, aktivitas bisa dan suka ini memang ternyata memerlukan keterampilan lain yang akan meningkatkan kebahagiaan kita. Artinya, ada hal-hal lain yang harus kita pelajari sekaligus latih untuk meningkatkan kompetensi kita, sehingga memang kebahagiaan itu akan semakin meningkat. Bahkan dalam perjalannya kebahagiaan itu bisa menghasilkan kebermanfaatan.
Dari sekian banyak keterampilan yang kita butuhkan untuk kita tingkatkan, tentu tetap ada keterampilan yang harus kita prioritaskan terlebih dahulu untuk dilatih dan dipelajari secara konsisten, yang tidak lain adalah keterampilan yang kita anggap penting dan mendesak untuk kita kuasai. Nah, berikut ini adalah keterampilan yang penting dan mendesak yang harus saya kuasai, yaitu:
Manajemen waktu
Dari semua telur hijau yang sudah saya isi sebelumnya, yaitu aktivitas belajar, bermain dengan anak, menulis, membaca, bercerita dan mendengarkan cerita, semuanya memiliki irisan langsung yang berhubungan dengan manajemen waktu. Karena jika tidak memiliki manajemen waktu yang tepat, tidak memahami skala prioritas, maka bisa jadi aktivitas yang membuat saya suka dan bisa itu bisa melalaikan saya melaksanakan aktivitas lain yang harus saya tunaikan (misalnya urusan domestik). Dan tentu pada akhirnya bisa memunculkan masalah baru jika tidak dikerjakan.
Ketika saya melakukan aktivitas yang saya bisa dan suka, namun berbenturan dengan aktivitas lain, khususnya di kuadran aktivitas bisa tapi tidak suka, sedangkan aktivitas itu adalah aktivitas domestik yang memang mau tidak mau harus tetap saya lakukan. Maka, pilihannya adalah saya harus mendelegasikan tugas ini kepada yang lain atau jika belum bisa, maka diperlukan cut off time, sehingga saya bisa fokus melakukan aktivitas yang membuat saya bahagia tanpa terdistraksi oleh aktivitas lain.
Saya pikir, ketika kemampuan manajemen waktu saya semakin terlatih, misalnya dengan membuat "kandang waktu" yang tepat, pun skala prioritas saya semakin jelas dan konsisten, tentu semua aktivitas yang saya suka dan bisa itu bisa saya jalani secara beriringan. Dan secara otomatis indeks kebahagiaan saya akan meningkat.
Manajemen gadget & sosial media
Sebagai seorang perempuan, istri dan ibu yang hidup di era millenial, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa media belajar, hiburan, sosialisasi, dll difasilitasi oleh alat atau media yang kita sebut gadget. Namun, akhirnya bukan lagi kebermanfaatan yang kita dapatkan, justru bagaikan bumerang, gadget itu bisa memberikan banyak efek negatif jika kita tidak bisa memanajemen secara bijak. Begitupun saat saya menggunakan sosial media. Jika tidak ada manajemen yang bijak sosial media bisa menjadi "toksik" tersendiri yang membuat saya justru jauh dari kata cekatan apalagi produktif.
Hal yang menjadi tantangan utama bagi saya adalah terkadang saya masih terlena oleh waktu ketika menggunakan sosial media seperti membaca artikel online, scroll IG, dll walaupun niatnya dalam rangka mencari ide dan belajar. Alhasil yang awalnya menjadi ajang "me time" justru akhirnya menimbulkan masalah baru karena banyak aktivitas lain yang terbengkalai.
Begitupun filtering terhadap konten di sosial media, aplikasi apa yang penting dan tidak penting yang ada di gadget saya, tentu sangat menentukan "kewarasan" saya dalam beraktivitas. Hal tersebut yang secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kebahagiaan saya. Bukan sebaliknya, membuat saya semakin tidak fokus bahkan terbawa tsunami informasi.
Tazkiyatun Nafs
Sebagai seorang muslim, menjalankan aktivitas dengan kesadaran penuh akan hubungan saya dengan Allah SWT memang menjadi kunci supaya saya bisa dengan ikhlas, tenang, dan menikmati sepenuhnya aktivitas saya sehari-hari. Namun, terkadang hal sepele yang membuat aktivitas saya tidak terarah, lalai, sia-sia, adalah emosi dan fikiran negatif yang seringkali tanpa sadar membuat semangat saya redup, tidak bergairah, malas-malasan bahkan menjadi sumbu pendek ketika berhadapan dengan suami dan anak-anak.
Bagaimana tidak, ketika saya senang bermain dengan anak, tapi akhirnya melihat rumah berantakan, lego yang berceceran, kertas berhamburan, dan alat tulis yang tak karuan, kadang membuat saya terpancing emosi, bukan lagi "enjoy" bermain dengan anak, tetapi justru menjadi marah tidak karuan karena melihat pekerjaan rumah yang belum selesai. Alhasil manajemen emosi, mindfulness atau saya rangkum menjadi "tazkiyatun nafs" menjadi sesuatu hal yang penting dan mendesak yang perlu saya latih dan pelajari lebih mendalam, secara konsisten dan berkelanjutan.
Mind Mapping
Sebenarnya saya sangat senang melakukan brainstroming ide tentang banyak hal atau mungkin bisa disebut juga belanja gagasan. Terkadang aha momen itu muncul di saat saya memasak, bermain dengan anak atau di perjalanan. Nah, biasanya ide menulis, bercerita muncul begitu saja, kemudian seolah puluhan kata ingin saya tuliskan, pun ratusan kata ingin saya ungkapkan.
Pada faktanya, karena terdistrasksi dengan kegiatan lain, akhirnya ide yang muncul di benak, justru bisa hilang begitu saja. Padahal dari brainstroming ide yang "fresh" itu yang bisa membuat tulisan atau obrolan kita itu mengalir dan lebih "hidup". Alhasil, saya sepertinya sangat membutuhkan keterampilan membuat mind map supaya ide yang muncul di benak bisa dipetakan dengan tepat melalui kata-kata kunci, simbol, gambar yang penting untuk akhirnya bisa saya kembangkan menjadi satu tulisan utuh di waktu saya senggang.
Begitupun dalam membaca dan bercerita, peta pikiran menjadi modalitas awal supaya apa yang saya baca dan saya ucapkan bisa saya filter, sesuai kebutuhan, yaitu apa yang saya anggap penting adalah sesuatu yang akan saya "high light" untuk saya pelajari lebih lanjut.
Komunikasi efektif
Keterampilan ini sebenarnya berhubungan langsung dengan apa yang saya sukai dan bisa yaitu mendengarkan cerita dan bercerita. Terkadang saya seringkali "keasyikan" sendiri saat curhat atau berbagi pengalaman dengan orang. Bahkan terkadang saya sudah bercerita panjang lebar, tapi ternyata pesan yang ingin disampaikan tidak ditangkap dengan baik oleh lawan bicara. Berarti evaluasinya adalah ada proses yang kurang tepat saat komunikasi berlangsung.
Nah, harapannya jika saya sudah menguasai komunikasi efektif, ketika ngobrol dengan siapapun, khususnya dengan anak-anak dan suami bisa lebih asyik, nyambung, dan yang lebih penting pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh kedua belah pihak.
#JanganLupaBahagia
#KelasTelurTelur
#JurnalMinggu2
#BundaCekatan1
#BunCekIIP
#InstitutIbuProfesional
Di jurnal kedua ini, sebenarnya kita diminta untuk melihat kembali, apakah aktivitas yang bisa dan suka, yang sudah kita tuliskan di jurnal sebelumnya adalah aktivitas yang sangat penting dan harus kita lakukan. Kemudian, kita kembali harus memastikan, apakah semua aktivitas tersebut bisa membuat indeks kebahagiaan kita sebagai seorang perempuan, istri, dan ibu bisa naik terus. Tentu ini menjadi sebuah pertanyaan retoris yang harus kita cari tau sendiri jawabannya.
Nah, akhirnya setelah berkontemplasi, mencoba "self talk" sambil merefleksikan bagaimana respon saya ketika menjalani aktivitas yang saya tuliskan di telur hijau, akhirnya saya mengkonfirmasi bahwa saya tidak merevisi telur-telur hijau tersebut. Artinya, semua yang saya tuliskan sebelumnya adalah aktivitas yang memang benar-benar bisa membuat saya berbinar, bahagia sekaligus memberikan kebermanfaatan dan memang penting untuk dikerjakan.
Setelah dianalisis, aktivitas bisa dan suka ini memang ternyata memerlukan keterampilan lain yang akan meningkatkan kebahagiaan kita. Artinya, ada hal-hal lain yang harus kita pelajari sekaligus latih untuk meningkatkan kompetensi kita, sehingga memang kebahagiaan itu akan semakin meningkat. Bahkan dalam perjalannya kebahagiaan itu bisa menghasilkan kebermanfaatan.
Manajemen waktu
Dari semua telur hijau yang sudah saya isi sebelumnya, yaitu aktivitas belajar, bermain dengan anak, menulis, membaca, bercerita dan mendengarkan cerita, semuanya memiliki irisan langsung yang berhubungan dengan manajemen waktu. Karena jika tidak memiliki manajemen waktu yang tepat, tidak memahami skala prioritas, maka bisa jadi aktivitas yang membuat saya suka dan bisa itu bisa melalaikan saya melaksanakan aktivitas lain yang harus saya tunaikan (misalnya urusan domestik). Dan tentu pada akhirnya bisa memunculkan masalah baru jika tidak dikerjakan.
Ketika saya melakukan aktivitas yang saya bisa dan suka, namun berbenturan dengan aktivitas lain, khususnya di kuadran aktivitas bisa tapi tidak suka, sedangkan aktivitas itu adalah aktivitas domestik yang memang mau tidak mau harus tetap saya lakukan. Maka, pilihannya adalah saya harus mendelegasikan tugas ini kepada yang lain atau jika belum bisa, maka diperlukan cut off time, sehingga saya bisa fokus melakukan aktivitas yang membuat saya bahagia tanpa terdistraksi oleh aktivitas lain.
Saya pikir, ketika kemampuan manajemen waktu saya semakin terlatih, misalnya dengan membuat "kandang waktu" yang tepat, pun skala prioritas saya semakin jelas dan konsisten, tentu semua aktivitas yang saya suka dan bisa itu bisa saya jalani secara beriringan. Dan secara otomatis indeks kebahagiaan saya akan meningkat.
Manajemen gadget & sosial media
Sebagai seorang perempuan, istri dan ibu yang hidup di era millenial, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa media belajar, hiburan, sosialisasi, dll difasilitasi oleh alat atau media yang kita sebut gadget. Namun, akhirnya bukan lagi kebermanfaatan yang kita dapatkan, justru bagaikan bumerang, gadget itu bisa memberikan banyak efek negatif jika kita tidak bisa memanajemen secara bijak. Begitupun saat saya menggunakan sosial media. Jika tidak ada manajemen yang bijak sosial media bisa menjadi "toksik" tersendiri yang membuat saya justru jauh dari kata cekatan apalagi produktif.
Hal yang menjadi tantangan utama bagi saya adalah terkadang saya masih terlena oleh waktu ketika menggunakan sosial media seperti membaca artikel online, scroll IG, dll walaupun niatnya dalam rangka mencari ide dan belajar. Alhasil yang awalnya menjadi ajang "me time" justru akhirnya menimbulkan masalah baru karena banyak aktivitas lain yang terbengkalai.
Begitupun filtering terhadap konten di sosial media, aplikasi apa yang penting dan tidak penting yang ada di gadget saya, tentu sangat menentukan "kewarasan" saya dalam beraktivitas. Hal tersebut yang secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kebahagiaan saya. Bukan sebaliknya, membuat saya semakin tidak fokus bahkan terbawa tsunami informasi.
Tazkiyatun Nafs
Sebagai seorang muslim, menjalankan aktivitas dengan kesadaran penuh akan hubungan saya dengan Allah SWT memang menjadi kunci supaya saya bisa dengan ikhlas, tenang, dan menikmati sepenuhnya aktivitas saya sehari-hari. Namun, terkadang hal sepele yang membuat aktivitas saya tidak terarah, lalai, sia-sia, adalah emosi dan fikiran negatif yang seringkali tanpa sadar membuat semangat saya redup, tidak bergairah, malas-malasan bahkan menjadi sumbu pendek ketika berhadapan dengan suami dan anak-anak.
Bagaimana tidak, ketika saya senang bermain dengan anak, tapi akhirnya melihat rumah berantakan, lego yang berceceran, kertas berhamburan, dan alat tulis yang tak karuan, kadang membuat saya terpancing emosi, bukan lagi "enjoy" bermain dengan anak, tetapi justru menjadi marah tidak karuan karena melihat pekerjaan rumah yang belum selesai. Alhasil manajemen emosi, mindfulness atau saya rangkum menjadi "tazkiyatun nafs" menjadi sesuatu hal yang penting dan mendesak yang perlu saya latih dan pelajari lebih mendalam, secara konsisten dan berkelanjutan.
Mind Mapping
Sebenarnya saya sangat senang melakukan brainstroming ide tentang banyak hal atau mungkin bisa disebut juga belanja gagasan. Terkadang aha momen itu muncul di saat saya memasak, bermain dengan anak atau di perjalanan. Nah, biasanya ide menulis, bercerita muncul begitu saja, kemudian seolah puluhan kata ingin saya tuliskan, pun ratusan kata ingin saya ungkapkan.
Pada faktanya, karena terdistrasksi dengan kegiatan lain, akhirnya ide yang muncul di benak, justru bisa hilang begitu saja. Padahal dari brainstroming ide yang "fresh" itu yang bisa membuat tulisan atau obrolan kita itu mengalir dan lebih "hidup". Alhasil, saya sepertinya sangat membutuhkan keterampilan membuat mind map supaya ide yang muncul di benak bisa dipetakan dengan tepat melalui kata-kata kunci, simbol, gambar yang penting untuk akhirnya bisa saya kembangkan menjadi satu tulisan utuh di waktu saya senggang.
Begitupun dalam membaca dan bercerita, peta pikiran menjadi modalitas awal supaya apa yang saya baca dan saya ucapkan bisa saya filter, sesuai kebutuhan, yaitu apa yang saya anggap penting adalah sesuatu yang akan saya "high light" untuk saya pelajari lebih lanjut.
Komunikasi efektif
Keterampilan ini sebenarnya berhubungan langsung dengan apa yang saya sukai dan bisa yaitu mendengarkan cerita dan bercerita. Terkadang saya seringkali "keasyikan" sendiri saat curhat atau berbagi pengalaman dengan orang. Bahkan terkadang saya sudah bercerita panjang lebar, tapi ternyata pesan yang ingin disampaikan tidak ditangkap dengan baik oleh lawan bicara. Berarti evaluasinya adalah ada proses yang kurang tepat saat komunikasi berlangsung.
Nah, harapannya jika saya sudah menguasai komunikasi efektif, ketika ngobrol dengan siapapun, khususnya dengan anak-anak dan suami bisa lebih asyik, nyambung, dan yang lebih penting pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh kedua belah pihak.
[Keterampilan Penting & Mendesak] |
"Proses memahami diri sendiri bukan berhenti pada menemukan apa yang kita suka dan bisa. Namun, yang tidak kalah penting adalah melatih diri untuk terampil terhadap apa yang kita suka dan bisa agar indeks kebahagiaan kita semakin meningkat bahkan bisa semakin bermanfaat"
#JanganLupaBahagia
#KelasTelurTelur
#JurnalMinggu2
#BundaCekatan1
#BunCekIIP
#InstitutIbuProfesional
Comments
Post a Comment